Kasus Haji Jadi Ladang Bisnis, Publik Khawatir Kepercayaan pada Lembaga Keagamaan Runtuh
Jumat, 10-10-2025 - 13:24:40 WIB
Riau12.com-JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyelidikan dugaan penyimpangan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Selain dugaan jual beli kuota, lembaga antirasuah ini kini menyoroti biaya konsumsi, akomodasi, hingga dugaan aliran dana ke sejumlah pejabat Kementerian Agama (Kemenag).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan temuan Panitia Khusus (Pansus) Haji DPR RI menjadi dasar pendalaman baru oleh penyidik. “Semua informasi sudah kami pelajari dan analisis. Penyelenggaraan haji tidak hanya soal kuota, tapi juga menyangkut biaya, logistik, dan akomodasi yang dikelola,” ujar Budi, Kamis (9/10/2025).
Penyidik mendalami bagaimana kuota haji khusus dijual dengan harga tinggi, serta apakah biaya yang dibebankan sesuai pengeluaran riil di lapangan. “Kami sedang menghitung ulang struktur biaya penyelenggaraan haji, termasuk komponen konsumsi dan akomodasi,” tambahnya.
Kasus ini bermula dari tambahan 20 ribu kuota haji yang diterima Indonesia setelah pertemuan Presiden Jokowi dengan Pemerintah Arab Saudi pada 2023. KPK menduga kuota tambahan tersebut dimanfaatkan pihak tertentu untuk memperdagangkan jatah haji khusus. Dugaan korupsi makin menguat setelah muncul informasi bahwa asosiasi travel haji melakukan setoran kepada oknum pejabat Kemenag melalui perantara organisasi haji, dengan nilai setoran mencapai USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, tergantung besar kecilnya perusahaan travel.
“Dari hasil penghitungan awal, kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan melebihi Rp1 triliun,” ungkap Budi. KPK kini bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung total kerugian negara secara resmi.
Dalam penyidikan, KPK telah mencegah tiga orang ke luar negeri, yakni mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan stafsus Menag Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex, dan pemilik travel Maktour Fuad Hasan Masyhur. KPK juga telah menggeledah berbagai lokasi, termasuk rumah mantan Menag dan kantor Kemenag, serta menyita dua rumah mewah senilai Rp6,5 miliar milik ASN Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU).
Pengamat kebijakan publik menilai kasus ini sebagai tamparan keras bagi tata kelola ibadah haji nasional. “Ketika ibadah suci berubah menjadi ladang bisnis, kepercayaan publik terhadap lembaga keagamaan dan negara bisa runtuh,” ujar seorang analis.
Melalui kuasa hukumnya, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan menghormati langkah KPK dan siap bekerja sama dalam proses hukum yang berlangsung.
Komentar Anda :