Tradisi Dana APBD Mengendap di Bank Kembali Disorot, Pemerintah Riau Janji Tingkatkan Transparansi Fiskal Selasa, 21/10/2025 | 13:57
Riau12.com-PEKANBARU – Fenomena dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di bank kembali menjadi sorotan publik. Praktik yang telah berlangsung lama ini bahkan disebut sebagai “tradisi turun-temurun” di sejumlah daerah, termasuk Riau.
Menteri Keuangan, Purbaya, sebelumnya menegaskan bahwa dana daerah yang hanya diparkir di bank tanpa segera digunakan untuk pembangunan merupakan bentuk pemborosan fiskal yang harus segera dihentikan.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Lingkar Studi Marpoyan Circle Indonesia (MCI), Dr Andree Armilis, MA, menyebut praktik memarkir uang rakyat di bank tidak hanya melanggar etika publik, tetapi juga berpotensi menjadi modus korupsi terselubung.
"Jika bunga dari dana kas daerah tidak dicatat sebagai pendapatan resmi, dan malah mengalir ke pihak tertentu dalam bentuk fee atau transaksi informal, itu bukan hanya korupsi, tapi pengkhianatan terhadap amanah publik," tegas Andree saat berbincang dengan GoRiau.com, Senin (20/10/2025).
Menurut Andree, uang publik seharusnya mengalir untuk kepentingan masyarakat. Namun ketika dana pembangunan justru disandera di bank demi keuntungan bunga, yang dikorbankan adalah pelayanan publik. "Itu sebabnya kita sering melihat jalan tak diperbaiki, tunjangan ASN tertunda, dan proyek vital tak kunjung jalan. Karena uangnya diam, bukan bekerja," jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Syahrial Abdi, tidak menampik adanya praktik penempatan dana APBD di bank daerah. Ia menyebut langkah itu sebagai bagian dari manajemen kas daerah untuk menjaga stabilitas keuangan.
"Benar, kami memang menempatkan sebagian dana APBD di bank, dan bunganya juga masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain-lain. Jadi tidak lari ke oknum," ujar Syahrial saat dikonfirmasi GoRiau.com, Selasa (21/10/2025).
Syahrial menegaskan pihaknya akan melakukan pembenahan besar terhadap sistem transparansi fiskal di Riau. "Ke depan kami akan lebih terbuka. Masyarakat berhak tahu berapa jumlah kas daerah yang tersimpan. Ini uang publik, dan publik berhak mengawasi," tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa prinsip keterbukaan ini bukan hal baru. Pada 2017, ketika menjabat sebagai Kepala BPKAD Riau, sistem transparansi sempat diterapkan melalui tampilan digital di kantor BPKAD yang menampilkan saldo kas daerah secara real-time. "Sistem itu akan kami hidupkan kembali. Waktu itu masyarakat bisa langsung melihat berapa kas daerah di layar digital resepsionis. Itu bentuk akuntabilitas, dan harus kita kembalikan," ungkap Syahrial.
Lebih jauh, Syahrial menegaskan akan melakukan evaluasi terhadap pejabat yang enggan terbuka. "Kalau Kepala BPKAD tidak bisa transparan, ya pasti kita ganti. Masa uang rakyat malah disembunyikan dari rakyat? Kita ini bekerja untuk mereka, bukan untuk menutupi angka," tegasnya.
Syahrial juga menyebut semangat keterbukaan sejalan dengan arahan Gubernur Riau, Abdul Wahid, yang menekankan pentingnya transparansi dalam setiap kebijakan publik. "Kan Gubernur selalu mengingatkan kami bahwa pemerintah itu bukan tempat menyimpan rahasia, tapi tempat melayani rakyat dengan jujur dan terbuka," tambahnya.
Di sisi lain, Syahrial menjawab keresahan para Aparatur Sipil Negara yang belum menerima Tambahan Penghasilan Pegawai selama dua bulan terakhir. Ia memastikan pencairan akan segera dilakukan setelah APBD Perubahan disetujui pada 23 Oktober 2025. "Kami pastikan hak ASN segera direalisasikan setelah APBD-P diketok. Ini bukan soal kemauan, tapi soal mekanisme anggaran. Dan kami komit, TPP akan dibayar penuh," pungkasnya.
Dengan langkah transparansi fiskal yang dijanjikan, publik kini menunggu apakah Pemerintah Provinsi Riau benar-benar mampu mengakhiri tradisi lama di mana uang rakyat lebih banyak mengendap di bank daripada bekerja untuk kesejahteraan masyarakat.