Selesaikan Konflik Tenurial, Lulusan Unilak Riau Ciptakan Metode 'Pialang Budaya'
Senin, 11-08-2025 - 13:15:41 WIB
Riau12.com-PEKANBARU – Johni Setiawan Mundung, lulusan Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lancang Kuning (Unilak) angkatan 2023, berhasil merumuskan pendekatan baru dalam penyelesaian konflik tenurial yang ia sebut “Pialang Budaya”. Metode ini menggabungkan konsep Alternative Dispute Resolution (ADR) dengan peran pialang budaya untuk mempertemukan dua nilai besar: budaya berbasis komunitas dengan sistem ekonomi subsisten, dan budaya rasional berbasis kapital serta pasar yang diwakili perusahaan.
Melalui komunikasi lintas budaya yang intens, pendekatan ini dinilai mampu mempercepat penyelesaian sengketa dan mempermudah tercapainya kesepakatan.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Unilak, Dr. Husni Mubarak, ST, M.Sc, CST, mengapresiasi capaian tersebut. “Sejauh pengetahuan saya, di Riau bahkan di Indonesia, baru lulusan Magister Ilmu Lingkungan Unilak yang berhasil merumuskan pendekatan baru penyelesaian konflik,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Tesis berjudul Pendekatan Pialang Budaya dalam Penyelesaian Konflik Tenurial ini dibimbing oleh Dr. M. Rawa El Amady, M.A., dan Dr. Eno Suwarno, M.Si. Mundung meneliti pengalaman Perkumpulan Scale Up (SU) dalam menangani konflik tenurial di Riau sejak 2011 hingga 2023, dengan fokus pada tiga kasus: konflik Datuk Raja Melayu dengan perusahaan HTI (2011–2015 dan 2019–2020), konflik Petani 14 di Kelurahan Teluk Meranti (2015–2018), dan konflik di Desa Pulau Muda (2019).
Hasil penelitian menunjukkan, pada periode 2011–2018, penyelesaian konflik rata-rata memakan waktu tiga tahun meski hasilnya damai berkelanjutan. Namun, pada periode 2018–2023, durasi penyelesaian dapat dipangkas secara signifikan. “Pada periode kedua, SU mengembangkan peran pialang budaya secara melekat, hadir di kedua belah pihak sebagai fasilitator aktif, bukan sekadar mediator,” kata Mundung.
Pembimbingnya, Dr. M. Rawa El Amady, menilai inovasi ini memiliki dua kebaruan penting. “Pertama, mengawinkan ADR dengan konsep pialang budaya sehingga prosesnya lebih dinamis. Kedua, mengembangkan pialang budaya dari sekadar mediator menjadi fasilitator lintas budaya yang aktif dalam penyelesaian konflik tenurial,” jelasnya.
Temuan ini diharapkan menjadi rujukan bagi lembaga mediasi dan pemerintah untuk mempercepat dan mengefektifkan penyelesaian konflik agraria di Indonesia.(***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :