www.riau12.com
Jum'at, 08-08-2025 | Jam Digital
12:17 WIB - Pansus III DPRD Kampar Lakukan Konsultasi ke Kemendagri Terkait Ranperda Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren | 11:57 WIB - Ketua Ramli, S.Kom dan Anggota Pansus III DPRD Kampar Laksanakan Konsultasi ke Kementerian Agama RI | 11:41 WIB - Terkendala Infrastruktur, Sekolah Rakyat Batal di Bangun di Kampar | 11:13 WIB - Terbesar di Indonesia, Provinsi Riau Segera Miliki Depot Arsip Khazanah Budaya Melayu yang Dibangun di Pekanbaru | 11:10 WIB - OpenAI Perkenalkan GPT-5, Model AI Paling Cerdas Setara Pakar PhD | 10:27 WIB - Setelah Lalui Renovasi Intensif, Sekolah Rakyat Menengah Atas Untuk Anak Miskin Akan Diluncurkan 15 Agustus Nanti
 
Bangunan Tua yang Menyeramkan, Tangsi Belanda Kini Jadi Wisata Populer di Siak
Kamis, 22-08-2024 - 09:17:54 WIB

TERKAIT:
   
 

Riau12.com-SIAK- Dulu tak banyak yang mengenal bangunan Tangsi Belanda sebelum dipugar (diperbaharui) seperti sekarang ini. Umumnya wisatawan yang berkunjung ke Siak hanya tahu Istana peninggalan sultan sebagai ikon wisata populer.

Namun siapa sangka, bangunan Tangsi Belanda peninggalan kolonial yang berada di tepian sungai Siak, kampung Benteng Hulu, Kecamatan Mempura, kabupaten Siak kini menjadi salah satu destinasi wisata populer yang harus dikunjungi oleh wisatawan setelah dilakukan pemugaran.

Sebelum 2018, bangunan Tangsi Belanda hanyalah bangunan tua yang menyeramkan. Padahal bangunan itu bukti sejarah kolonial Belanda yang bisa dijadikan objek studi sejarah, studi teknik arsitektur dan destinasi wisata.

Menyadari hal tersebutlah Dinas PU Tarukim Siak melakukan pemugaran terhadap bangunan itu pada 2018 dan 2019 lalu.

Begitu pemugaran selesai, warga kampung Benteng Hulu terpesona melihatnya. Bangunan yang sebelumnya memberikan kesan menyeramkan kini berubah drastis menjadi bangunan yang layak dikunjungi.

"Kami sangat mendukung kegiatan pemugaran bangunan itu, yang membuat kampung Benteng Hulu didatangi wisatawan," kata tokoh masyarakat Benteng Hulu, Iskandar.

Menurut Iskandar, ada banyak manfaat dipugarnya bangunan Tangsi Belanda tersebut. Misalnya mengundang orang untuk datang yang memberikan dampak ekonomi bagi warga sekitar. Kemudian munculnya rasa ingin tahu tentang sejarah kenapa ada bangunan Belanda di kampung Benteng Hulu tersebut. Setidaknya pengetahuan tentang sejarah itu bisa diwariskan kepada generasi muda Benteng hulu secara khusus, dan kecamatan Mempura bahkan Siak secara umum.

"Tentu ini juga menjadi situs cagar budaya yang mesti dijaga dan dimanfaatkan untuk penambahan destinasi wisata di Siak," kata mantan aktivis mahasiswa tersebut.

"Untuk bangunan kolonial saat ini di Riau, mungkin Tangsi Belanda kita ini yang paling baik, menarik dan lestari," tambahnya.

Kepala Dinas PU Tarukim Siak Irving Kahar Arifin menyebutnya dengan istilah Tangsi Belanda Reborn. Istilah itu tepat sekali untuk menggambarkan bangunan itu selama ini terbiarkan sehingga suasananya mati dan saat ini seakan-akan hidup kembali.

"Jadi generasi muda kita dapat merasakan kembali betapa mashur bangunan itu. Pada zaman dahulu saja Belanda sudah membangun bangunan semegah yang terlihat sekarang," kata Irving.

Akhir-akhir ini banyak wisatawan berdatangan ke sana. Apalagi menjelang magrib, sunset yang memancarkan sinarnya di permukaan sungai Siak membentuk pemandangan yang sangat eksotik pada senja hari. Fenomena magrib itu memberikan kesan tersendiri bagi para pemburu senja. Pancaran cahaya matahari senja seakan-akan mengantarkan pengunjung mengikuti jejak kolonial yang ada di bibir sungai Siak ini.

Setiap senja tiba, sunset jatuh tepat di sebelah waterfront city Tepian Bandar Sungai Jantan (TBSJ) dan Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah (TASL) Siak. Onggokan bangunan Belanda ini seakan menjadi altar saat menikmati fenomena senja di Siak.

Sebelum Dinas PU Tarukim melakukan pemugaran, Kementerian PUPR bersama Tim Arkeolog dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) telah membuat kajian akademiknya terlebih dahulu. Pelaksanaan kajiannya dengan menggunakan metode teknologi mutakhir untuk mengetahui struktur asli bangunan.

Sejarahnya, Tangsi Belanda berfungsi sebagai zona perlindungan dan pertahanan bagi tentara Belanda pada zaman kolonial. Dalam kompleks terdapat 6 unit bangunan yang membentuk formasi melingkar, sehingga terdapat halaman di bagian dalam dengan beragam fungsi. Seperti sebagai penjara, asrama, kantor, gudang senjata dan gudang logistik.

Bangunan Tangsi Belanda ini diperkirakan dibangun pada abad ke-19 pada masa berlangsungnya Kesultanan Siak. Terutama setelah ditandatanginya Traktat Siak pada masa Sultan Siak ke-9, Sultan Asy-Syaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin yang memerintah pada 1827-1864.

Bangunan I berada di sebelah Timur. Bangunan itu terdiri dari 2 lantai, panjang 18 meter dan lebar 9,6 meter. Lantai bawah terdiri dari bangunan sayap utara yang berfungsi sebagai ruang jaga, kantor dan ruang tahanan.

Pada bangunan sayap Selatan terdapat empat ruangan yang dahulu pernah dipergunakan sebagai kamar mayat dan rumah sakit. Sementara 2 unit bangunan yang berada di belakang (bangunan II dan III), merupakan bangunan dua lantai yang sama bentuknya dan berukuran 155 x 11meter. Lantai bawah pernah difungsikan sebagai kantor dan lantai atas diperuntukkan sebagai asrama dan tempat tinggal para tentara kolonial.

Di sebelah ujung selatan halaman dalam terdapat sisa-sisa bangunan (bangunan IV). Di sebelah Utara bangunan utama terdapat bangunan bekas gudang senjata (bangunan V) berukuran 6,7 x 6 meter. Pada ujung Barat halaman, juga terdapat sisa bangunan WC dan kamar mandi berukuran 6 meter persegi yang terdiri dari tiga ruangan.

Hal yang sangat unik dan khas dari Tangsi Belanda adalah struktur pondasi yang berbentuk setengah lingkaran dengan peletakan tiga sendi. Teknologi arsitektural pada pondasi tangsi ternyata sangat mendekati bangunan kolonial di negara asalnya di Eropa.

"Asumsi kita struktur pondasi seperti ini diaplikasikan pada kondisi air tanah yang tinggi dan pada struktur tanah gambut," Irving Kahar menjelaskan.

Bentuk pondasi tersebut sempat diasumsikan masyarakat sebagai terowongan rahasia. Hal tersebut menjadi salah satu keistimewaan situs cagar budaya yang satu ini. Secara bentuk menunjukkan bangunan itu sangat fungsional dan identik dengan bangunan yang ada di Eropa.

Keunikan lainnya terdapat pada tata letak bangunan yang menghadap ke sungai dan menerapkan konsep water front city. Besar kemungkinan kolonial Belanda pada waktu itu mengintai kapal yang masuk dari muara Sungai Siak.

Pada 2018, Kementerian PUPR melaksanakan revitalisasi pada bangunan itu senilai Rp 5,2 miliar. Revitalisasi itu dilakukan pada Gedung A dan Gedung F, yang berada paling depan dan belakang kompleks tangsi. Gedung F yang paling belakang tersebut berfungsi sebagai tempat makan para tentara Belanda.

Sebenarnya bangunan itu ada dua, namun yang sudah dibangun Kementerian PUPR satu unit Gedung yang berada paling belakang. Karena berdasarkan hasil identifikasi tim ahli, strukturnya dinyatakan lebih lengkap, sementara bangunan kedua hanya tersisa tapak pondasinya saja.

Akhirnya, Dinas PU Tarukim Siak mengemasnya sebagai objek tapak situs. Tujuannya untuk menceritakan bahwa dahulu pernah ada bangunan yang identik dengan bangunan di sebelahnya. Bangunan itu dimodifikasi dengan pencahayaan agar terlihat estetik.

Kompleks Tangsi Belanda ini juga sangat cocok dijadikan lokasi studi seni arsitektur bangunan kolonial abad 19, khususnya bagi mahasiswa teknik sipil.

"Saya berharap aset kompleks Tangsi Belanda ini bisa tetap lestari melalui peran suatu badan pengelola situs cagar budaya yang ada di kota pusaka. Supaya kita tak hanya mendapatkan nilai tambah magnet pariwisata, namun situsnya tetap terjada dan bisa diwariskan untuk generasi masa depan," kata Irving.

Bupati Siak Drs H Alfedri MSi begitu takjub saat kunjungan pertamanya usai bangunan dipugar. Ia berdecak kagum saat mengelilingi tangsi Belanda tersebut dan tidak menyangka akan seindah saat ini.

"Saya merasa sangat surprise dengan wajah baru Tangsi Belanda saat ini setelah direvitalisasi oleh Kementerian PUPR. Semakin indah karena landscapenya sudah selesai dikerjakan Dinas PU Tarukim," kata Alfedri.

Menurut Alfedri, suasana tepian sungai di Tangsi Belanda juga tidak kalah indah dibanding destinasi wisata luar negeri, seperti Kota Malaka, Malaysia. Ia optimistis bangunan cagar budaya ini akan menjadi magnet wisatawan di Kabupaten Siak.(***)

Sumber: Cakaplah



 
Berita Lainnya :
  • Bangunan Tua yang Menyeramkan, Tangsi Belanda Kini Jadi Wisata Populer di Siak
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Anak SMA ini Mengaku Dengan "OM" atau "Pacar" Sama Enaknya, Simak Pengakuannya
    2 Azharisman Rozie Lolos Tujuh Besar Seleksi Sekdaprov Riau, 12 Orang Gugur
    3 Tingkatkan Pelayanan dan Tanggap dengan pengaduan masyarakat
    Lusa, Camat Bukit Raya Lauching Forum Diskusi Online
    4 Pemko Pekanbaru Berlakukan Syarat Jadi Ketua RT dan RW Wajib Bisa Operasikan Android
    5 Inilah Pengakuan Istri yang Rela Digarap 2 Sahabat Suaminya
    6 Astagfirullah, Siswi Di Tanggerang Melahirkan Di Tengah Kebun Dan Masih Memakai Seragam
    7 Lima Negara Ini Di cap memiliki Tingkat Seks Bebas Tertinggi
    8 Langkah Cepat Antisipasi Banjir, PU Bina Marga Pekanbaru Lakukan Peremajaan Parit-parit
    9 Selingkuh, Oknum PNS Pemprov Riau Dipolisikan Sang Istri
    10 Dosen Akper Mesum Dengan Mahasiswinya di Kerinci Terancam Dipecat
     
    Pekanbaru Rohil Opini
    Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
    © 2015-2022 PT. Alfagaba Media Group, All Rights Reserved