Saat yang Lain Berburu Titel, Rektor UII Minta Gelar Profesornya Tidak Ditulis di Dokumen Kampus
Riau12.com-JAKARTA- Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid mengeluarkan surat edaran terkait penandatangan surat, dokumen, dan produk hukum. Dia meminta agar gelar akademiknya, termasuk profesor, tidak ditulis dalam surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu.
Surat Edaran Nomor 2748/Rek/10/SP/VII/2024 tersebut ditujukan kepada Pejabat Struktural di lingkungan UII. Surat dikeluarkan pada 13 Muharam 1446/18 Juli 2024.
Berikut kutipan isi surat edaran tersebut: "Dalam rangka menguatkan atmosfir kolegial dalam tata Kelola perguruan tinggi, Bersama ini disampaikan bahwa seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, yang setara itu dengan penanda tangan Rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap "Prof. Fathul Wahid, S.T.,M.Sc.,Ph.D" agar dituliskan tanpa gelar menjadi "Fathul Wahid". Demikian pemberitahuan ini disampaikan, atas perhatian Ibu/Bapak kami mengucapkan terima kasih."
Diketahui, Fathul Wahid merupakan Rektor UII periode 2018-2022 dan 2022-2026. Lulusan program Doktor dari University of Agder, Norwegia ini dikenal sebagai akademisi sekaligus pakar di bidang sistem dan teknologi informasi.
Apa yang dilakukan Rektor UII ini terasa janggal mengingat saat ini banyak pihak, termasuk politikus dan pejabat, berburu gelar akademik dan memasang gelar panjang di nama mereka.
Apa sebenarnya melatarbelakangi Fathul meminta gelar akademiknya tersebut tidak dicantumkan dalam surat-menyurat resmi di kampus?
Fathul mengaku berniat melakukan hal tersebut sejak lama dan mengharapkannya akan menjadi gerakan kultural.
Menurutnya, gelar memiliki tanggung jawab akademik, moral dan tidak relevan jika dicantumkan di sembarang dokumen atau kartu nama.
Lulusan program doktor Universitas Agder Norwegia itu pun berharap status profesor lebih dipandang sebagai amanah, bukan gelar yang dipamerkan.
Fathul mengaku berharap ke depan tidak ada pihak yang mengejar status profesor hanya demi status sosial yang didapat.
"Kita tidak ingin ke depan di Indonesia, sekelompok orang termasuk para politisi dan pejabat mengejar-ngejar jabatan ini, karena yang dilihat tampaknya lebih ke status ya, bukan sebagai tanggungjawab, amanah," kata Fathul, Kamis (18/7).
Tetapi, Fathul mengaku membebaskan sivitas akademika di UII untuk mengikuti surat edarannya atau tidak. Ia mengaku tidak akan melarang jika masih ada yang ingin menulis gelar lengkap.
Fathul menyebut langkah yang dilakukannya merupakan respons atas karut-marutnya pemberian status profesor di Indonesia.
Menurutnya, desakralisasi status profesor perlu dilakukan hingga glorifikasi terhadap status ini tanggal.
"Ini sebenarnya juga sebagai respons saya, untuk memberikan perlawanan kecil, perlawanan simbolik kecil terkait dengan carut marut pemberian gelar profesor yang sekarang sedang melanda bangsa kita ini," kata Fathul dikutip Kompas.com.
"Ya harapannya, gerakan kecil saya ini nanti menggelinding membesar, diikuti oleh banyak orang, terus kemudian ke depan jadi profesor itu ya tanggung jawab amanah, tidak sesuatu status yang kemudian diglorifikasi, kemudian dianggap suci, sakral," ujarnya.(***)
Sumber: Cakaplah
Komentar Anda :