JAKARTA-Riau12.com - Presiden Emmanuel Macron mengumumkan bahwa Prancis secara resmi akan mengakui Negara Palestina, pada bulan September mendatang.
Dalam sebuah unggahan di platform X, Macron menyampaikan bahwa pengumuman resmi akan dilakukan pada sidang Majelis Umum PBB di New York.
"Kebutuhan mendesak saat ini adalah mengakhiri perang di Gaza dan menyelamatkan penduduk sipil. Perdamaian itu mungkin. Kita membutuhkan gencatan senjata segera, pembebasan semua sandera, dan bantuan kemanusiaan besar-besaran bagi rakyat Gaza," tulis Macron seperti dilansir dari BBC, Jumat (25/7/2025).
Keputusan Macron disambut positif oleh para pejabat Palestina. Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut langkah tersebut sebagai "pemberian imbalan atas teror", merujuk pada serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Dalam unggahan di X pada Kamis 24 Juli 2025, Macron menyatakan: “Sesuai dengan komitmen historis Prancis untuk perdamaian yang adil dan langgeng di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis akan mengakui Negara Palestina.
"Kita juga harus menjamin demiliterisasi Hamas, serta mengamankan dan membangun kembali Gaza," tulis Macron.
"Terakhir, kita harus membentuk Negara Palestina yang berkelanjutan, memastikan kelangsungannya, dan menjamin bahwa negara tersebut, dengan menerima demiliterisasi dan sepenuhnya mengakui Israel akan berkontribusi terhadap keamanan semua pihak di Timur Tengah. Tidak ada alternatif lain," tuturnya.
Macron juga melampirkan surat kepada Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, yang menegaskan keputusannya.
Menanggapi pengumuman tersebut, Wakil Presiden Abbas, Hussein al-Sheikh, menyatakan bahwa “sikap ini mencerminkan komitmen Prancis terhadap hukum internasional dan dukungannya terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri serta membentuk negara merdeka kami,” seperti dikutip kantor berita AFP.
Sementara itu, Netanyahu menulis di X: “Kami mengecam keras keputusan Presiden Macron untuk mengakui Negara Palestina di samping Tel Aviv setelah pembantaian 7 Oktober," tulis Netanyahu.
"Negara Palestina dalam kondisi saat ini akan menjadi landasan peluncuran untuk menghancurkan Israe, bukan untuk hidup berdampingan secara damai. Mari kita perjelas: Palestina tidak menginginkan negara di samping Israel; mereka menginginkan negara tanpa Israel," tambah Netanyahu.
Perlu diketahui, saat ini Negara Palestina telah diakui oleh lebih dari 140 dari 193 negara anggota PBB.
Beberapa negara Uni Eropa, seperti Spanyol, termasuk di antara negara-negara yang telah memberikan pengakuan tersebut. Namun, pendukung utama Israel seperti Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Inggris, belum mengakui Negara Palestina.
Israel melancarkan operasi militer di Gaza sebagai respons atas serangan di wilayah selatan Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera. Sejak saat itu, setidaknya 59.106 orang telah tewas di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan wilayah tersebut. Sebagian besar wilayah Gaza kini telah hancur menjadi puing-puing.
Sebelumnya pada Kamis, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa satu dari lima anak di Kota Gaza mengalami malnutrisi, dan jumlah kasus terus meningkat setiap hari.
Lebih dari 100 organisasi bantuan internasional dan kelompok hak asasi manusia juga telah mengeluarkan peringatan akan terjadinya kelaparan massal di Jalur Gaza, mendesak pemerintah dunia untuk segera mengambil tindakan.
Israel, yang mengontrol akses terhadap seluruh pasokan ke wilayah Palestina, berkali-kali menyatakan bahwa tidak ada pengepungan, dan menuding Hamas sebagai penyebab utama kasus malnutrisi.
Dalam pernyataannya, Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer mengecam kondisi kemanusiaan di Gaza yang disebutnya sebagai "tak terkatakan dan tak terelakkan".
Ia menyatakan, situasinya telah "parah selama beberapa waktu", namun kini telah "mencapai titik terendah baru".
“Kita sedang menyaksikan sebuah bencana kemanusiaan,” pungkas Starmer. (***)
Sumber: Cakaplah
Komentar Anda :