Usai Serang Fasilitas Nuklir Iran, Trum Tawarkan Dana Bangun Fasilitas Baru, Begini Respon Iran
Riau12.com- Setelah melakukan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran pekan lalu lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump justru menawarkan bantuan kepada Iran untuk membangun fasilitas nuklir baru.
Pemerintahan Trump dikabarkan tengah membahas kemungkinan memberikan akses hingga 30 miliar dolar AS kepada Iran guna membangun program nuklir untuk keperluan energi sipil.
Tawaran ini juga mencakup pengurangan sanksi, serta pembebasan dana Iran yang sebelumnya dibekukan, termasuk aset senilai 6 miliar dolar AS.
Investasi tersebut rencananya berasal dari negara-negara sekutu AS di kawasan Teluk Persia.
Nilai investasi yang diajukan berada di kisaran 20 hingga 30 miliar dolar AS.
Misi ini merupakan bagian dari upaya Washington untuk mengajak Iran kembali ke meja perundingan.
Sejumlah usulan dari Amerika Serikat telah dituangkan dalam bentuk draf.
Salah satu pertemuan rahasia antara utusan khusus Trump dan pejabat dari negara Teluk bahkan terjadi sehari sebelum serangan AS ke fasilitas nuklir Iran di Fordow.
AS menegaskan bahwa mereka tidak akan membiayai langsung proyek tersebut, melainkan mendorong negara-negara Teluk untuk menanggung biayanya.
Beberapa ide lain yang sedang dipertimbangkan adalah mengubah fasilitas pengayaan di Fordow menjadi fasilitas nuklir sipil yang tidak melibatkan uranium.
Meski demikian, belum ada kejelasan apakah gagasan-gagasan tersebut akan dijalankan.
Semua pembahasan dilakukan dalam forum tertutup, termasuk selama masa serangan Israel ke wilayah Iran.
Pada pekan lalu Presiden Donald Trump mengumumkan pasukan Amerika Serikat menyerang tiga lokasi nuklir di Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Isfahan, pada Sabtu malam (21/6/2025).
Dalam operasi akhir pekan itu, AS menggunakan pesawat pembom B-2 Amerika.
Iran Tolak Mentah-mentah, 'Tidak Ada Kesepakatan'
Namun, Iran menolak seluruh tawaran tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran menegaskan, tidak ada kesepakatan untuk memulai negosiasi baru.
Salah satu syarat utama dari Amerika Serikat adalah agar Iran menghentikan seluruh pengayaan uranium.
Namun hingga kini, Iran masih menolak syarat tersebut.
Seorang pejabat AS mengatakan, “Banyak ide kreatif bermunculan, tapi semuanya masih belum pasti.”
Trump Mulai Keder oleh Langkah Iran, Awalnya Bantu Israel Menyerang Lalu Seolah Jadi Mediator
Pengamat Hubungan Internasional (HI) dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menilai ada tiga langkah Iran yang membuat Amerika Serikat (AS) seperti menarik diri dari konflik Iran vs Israel.
Padahal AS sempat ikut menyerang Iran, namun Presiden Donald Trump kemudian seolah menjadi mediator kedua negara melakukan gencatan senjata.
"Mungkin orang bertanya, kenapa sekarang Presiden Trump justru kelihatannya mundur, yang tadinya dia mengancam Iran hanya punya dua pilihan, make peace berdamai atau Amerika Serikat akan menyerang Iran lebih keras lagi kalau tidak mau berdamai," ungkapnya dalam dialog bersama Tribunnews, Rabu (25/6/2025).
1) Serangan Fisik ke Pangkalan Militer AS
Langkah pertama yang membuat AS berpikir ulang untuk menarik diri dari pertempuran ialah Iran yang berani menyerang pangkalan militer Al Ubeid di Doha, Qatar.
Meski disebut serangan itu tidak terlalu berarti, namun cukup membuat AS mengetahui keberanian Iran.
"Iran tidak mau berdamai dan malah menyerang balik menyerang Amerika Serikat, pertama secara fisik melakukan serangan ke pangkalan militer Amerika Serikat," ungkapnya.
2) Iran Merapat ke Rusia
Langkah kedua ialah merapatnya Iran ke Rusia.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Aragchi, bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Kremlin, Moskow, pada Senin, 23 Juni 2025.
Pertemuan ini untuk membahas konflik Iran–Israel dan serangan udara AS-Israel terhadap fasilitas nuklir Iran.
"Iran mendapatkan konfirmasi dari Presiden Putin bahwa yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini ilegal, melanggar hukum internasional."
"Bagi Iran ini cukup karena memberikan sinyal kepada Amerika Serikat bahwa Putin akan ada di belakang Iran," ungkapnya.
3) Ancam Tutup Selat Hormuz
Langkah ketiga yang semakin membuat AS menahan diri adalah ancaman Iran menutup Selat Hormuz yang dapat berpengaruh pada lonjakan harga minyak dunia.
"Ini yang sangat fatal mungkin untuk Amerika Serikat adalah adanya wacana di Parlemen Iran untuk menutup Selat Hormuz walaupun ini kan baru diputus oleh Majelis tertinggilah di sana."
"Permasalahannya adalah bagi dunia muncul kekhawatiran kalau Selat Hormuz ini benar-benar ditutup padahal 80 persen minyak BBM itu dari mana? Arab Saudi dan sekitarnya yang harus melewati Selat Hormuz," ujar Hikmahanto.
Menurutnya, penutupan Selat Hormuz bakal berakibat pada harga minyak dan perekonomian internasional, termasuk bursa di Amerika Serikat.
"Maka perusahaan Amerika Serikat menghajar Trump ya sehingga harga saham turun, jatuh dan lain sebagainya. Belum lagi juga menteri-menteri di Uni Eropa juga melakukan sidang khusus untuk membahas kemungkinan ini.
Menurutnya, ancaman penutupan Selat Hormuz adalah 'serangan mematikan' dari Iran untuk AS.
"Walaupun hanya wacana tapi membuat Presiden Trump berpikir dua kali."
"Akhirnya yang tadinya berada di belakang Israel justru ingin menjadi mediator untuk menyelesaikan
perang ini dan dia berperan dengan Qatar," ungkapnya.
Bahkan, AS 'ikhlas' pangakalan militernya di Qatar diserang Iran, meski alutsistanya sudah berhasil dikosongkan.
"Beliau mengatakan bahwa enggak apa-apa, katanya biar pemerintah Iran ini keluar dari sistem kemarahannya itu seolah-olah terhadap Amerika Serikat."
"Presiden Trump mengatakan mengucapkan terima kasih kepada otoritas di Iran karena telah memberitahu kepada Amerika Serikat kapan diserang sehingga personelnya bisa keluar dari situ."
"Sebenarnya yang diberitahu itu bukan Amerika Serikat, tapi Qatar. Tapi mungkin Qatar menyampaikan ke pemerintah Amerika Serikat. Nah, sekarang ini peace deal-nya dilakukan antara Presiden Trump dengan pimpinan tertinggi di Qatar, sehingga Qatar bisa berbicara dengan Iran. Sementara Presiden Trump bisa berbicara ke Israel," jelasnya.(***)
Sumber: Tribunpekanbaru
Komentar Anda :