Aturan Baru, Pekerja di Australia Kini Bisa Abaikan Telepon Atasan di Luar Jam Kerja
Riau12.com - Pekerja di Australia kini memiliki hak untuk menolak panggilan telepon, pesan teks, email, atau kontak lain dari perusahaan tempatnya bekerja di luar jam. Hak ini diterima setelah undang-undang baru yang dikenal sebagai "hak untuk memutus hubungan" resmi diberlakukan, seperti dilansir dari The Daily Star, Jumat (30/8/2024).
Undang-undang ini memberikan perlindungan bagi karyawan agar dapat menikmati waktu pribadi mereka tanpa gangguan terkait pekerjaan di luar jam kerja resmi. Bagi banyak orang, ini adalah kemenangan besar, terutama setelah pandemi Covid-19 yang memperburuk batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Seiring berjalannya waktu, dunia kerja mengalami perubahan besar, terutama dengan hadirnya teknologi digital yang memungkinkan orang untuk tetap terhubung kapan saja dan di mana saja.
Sebelum adanya teknologi ini, para pekerja dapat pulang dari kantor tanpa khawatir akan menerima panggilan atau pesan terkait pekerjaan. Namun, di era digital, tidak jarang kita melihat pekerja menerima email, pesan teks, atau panggilan telepon di luar jam kerja, bahkan saat sedang berlibur. Hal ini telah menjadi norma baru yang tidak terhindarkan, membuat garis antara waktu kerja dan waktu pribadi semakin kabur.
Menurut survei yang dilakukan oleh Australia Institute pada tahun lalu, rata-rata pekerja di Australia menghabiskan 281 jam lembur tanpa upah selama 2023. Nilai dari pekerjaan tambahan ini diperkirakan mencapai US$ 88 miliar.
John Hopkins, seorang profesor di Universitas Teknologi Swinburne menyoroti pentingnya undang-undang ini dalam memulihkan keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi.
“Sebelum kita memiliki teknologi digital, orang-orang akan pulang di akhir shift dan tidak akan ada kontak sampai mereka kembali keesokan harinya. Dengan undang-undang baru ini, para pekerja di Australia kini memiliki kepercayaan diri untuk menolak gangguan terus-menerus terhadap kehidupan pribadi mereka," kata John Hopkins.
Australia kini bergabung dengan sekitar dua lusin negara lainnya, sebagian besar di Eropa dan Amerika Latin, yang telah menerapkan undang-undang serupa. Prancis adalah negara pionir dalam menerapkan aturan ini pada 2017, bahkan mendenda perusahaan pengendalian hama Rentokil Initial sebesar 60.000 euro (US$ 66.700) karena mengharuskan karyawannya untuk selalu mengaktifkan ponselnya.
Rachel Abdelnour, seorang pekerja di bidang periklanan, mengungkapkan rasa leganya dengan adanya undang-undang ini. Pasalnya industri periklanan seringkali mengharuskan pekerjanya untuk siap siaga kapan saja dengan klien yang memiliki jam kerja yang berbeda-beda.
“Saya pikir sebenarnya sangat penting bagi kita untuk memiliki undang-undang seperti ini. Kita menghabiskan begitu banyak waktu terhubung ke ponsel dan email sepanjang hari, dan saya pikir sangat sulit untuk mematikannya seperti sekarang," ungkapnya.
Namun, undang-undang ini bukan tanpa batasan. Untuk menangani keadaan darurat atau pekerjaan dengan jam kerja yang tidak teratur, aturan ini masih memperbolehkan perusahaan menghubungi pekerjanya. Penolakan untuk menanggapi panggilan atau pesan kerja hanya diperbolehkan apabila dianggap wajar. Keputusan tentang apakah penolakan tersebut wajar akan ditentukan oleh Fair Work Commission (FWC) yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah penghentian dan apabila perlu mengenakan denda.
Meskipun demikian, kelompok pengusaha Australian Industry Group menyuarakan kekhawatiran tentang ambiguitas dalam penerapan aturan ini. Mereka berpendapat aturan ini dapat menimbulkan kebingungan bagi pengusaha dan pekerja, mengurangi fleksibilitas pekerjaan, dan pada akhirnya memperlambat ekonomi(***)
Sumber: Cakaplah
Komentar Anda :