Balas Dendam Atas UE, Tiongkok Akan Kenakan Tarif Tinggi Untuk Impor Mobil Eropa
Kamis, 20-06-2024 - 08:56:30 WIB
Riau12.com-- Produsen kendaraan listrik di Tiongkok telah meminta penerapan tarif impor sebesar 25 persen pada mobil-mobil besar dari Eropa yang menggunakan mesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) atau mesin konvensional. Permintaan ini merupakan respons terhadap keputusan Uni Eropa (UE) yang meningkatkan tarif impor kendaraan listrik buatan Tiongkok hingga 38,1 persen.
Dilansir dari CarNewsChina, Kamis (20/6/2024), permintaan tersebut disampaikan dalam pertemuan tertutup di Beijing antara Kementerian Perdagangan Tiongkok dan perwakilan dari enam produsen mobil Eropa serta empat produsen mobil Tiongkok, termasuk berbagai badan industri dan penelitian, seperti yang dilaporkan oleh media pemerintah CCTV.
Pada 2023, sekitar 250.000 mobil ICE dengan mesin berkapasitas 2,5 liter atau lebih diimpor ke Tiongkok.
Sebelumnya, Uni Eropa telah mengumumkan penerapan tarif impor mobil listrik yang diproduksi di Tiongkok hingga 38,1%. Berdasarkan hasil penyelidikan UE, terungkap adanya dukungan subsidi dari pemerintah Tiongkok yang akhirnya menciptakan persaingan tidak sehat, sehingga membuat merek-merek Tiongkok lebih murah untuk bersaing dengan kendaraan listrik global.
Namun, pihak Tiongkok telah membantah tuduhan tersebut. Mereka mengatakan tudingan ini adalah kasus proteksionisme yang khas. Dalam pertemuan di Beijing, perwakilan Kementerian Perdagangan Tiongkok juga menuduh Uni Eropa menggunakan penyelidikan ini sebagai alasan untuk mencuri rahasia bisnis dari produsen kendaraan listrik Tiongkok.
Keputusan Uni Eropa yang mematok tarif impor hingga 38,1% juga diprotes oleh para pelaku industri otomotif Eropa yang khawatir dengan aksi balasan Tiongkok. Bagi Mercedes-Benz, BMW, dan Volkswagen, kebijakan ini dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi bisnis mereka.
Menurut CEO BMW Oliver Zipse, tindakan proteksionis UE dapat memicu perang dagang dan merugikan perusahaan. Sedangkan menurut CEO Mercedes Ola Kallenius, yang diperlukan saat ini adalah perdagangan terbuka dan kerja sama, bukan hambatan perdagangan.(***)
Sumber: Cakaplah.com
Komentar Anda :