Parit Belanda Semrawut, Pengamat Nilai Pemko Pekanbaru Lakukan Pembiaran dan Penyalahgunaan Wewenang
Riau12.com-PEKANBARU – Kawasan ujung Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya di sekitar Parit Belanda, Kota Pekanbaru, kini berubah menjadi potret nyata kegagalan tata kelola kota. Puluhan pedagang kaki lima (PKL) leluasa menguasai badan jalan, berdagang di atas kendaraan, mendirikan stand semi permanen, hingga membangun lapak dari kayu beratap terpal. Pemerintah Kota Pekanbaru dituding melakukan pembiaran yang berujung pada penyalahgunaan wewenang.
Pantauan GoRiau.com, aktivitas liar tersebut tak hanya memperburuk estetika kota, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap kelancaran lalu lintas. Puluhan kendaraan parkir sembarangan di sisi jalan, beberapa bahkan mengambil lebih dari separuh badan jalan. Akibatnya, kawasan yang semestinya menjadi jalur utama penghubung antarwilayah di Pekanbaru kini berubah menjadi titik kemacetan baru, terutama pada jam-jam sibuk.
Alih-alih melakukan penertiban, Pemerintah Kota Pekanbaru justru seolah membiarkan kondisi ini berlarut. Setiap hari, jumlah PKL terus bertambah. Dua bulan yang lalu hanya ada satu PKL berupa penjual kopi keliling. Saat ini sudah mencapai puluhan PKL di areal tersebut. Hal ini mengubah ruang publik yang semestinya steril dari aktivitas niaga menjadi pasar liar yang tak terkendali.
Kritik keras terhadap sikap diam Pemko Pekanbaru disampaikan Zainul Akmal, Dosen dan Konsultan Hukum dari Ulil Albab Law Firm. Dalam pernyataannya kepada GoRiau, Kamis (3/7/2025), ia menilai pembiaran tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power, yang berpotensi mengarah pada tata kelola pemerintahan yang buruk (bad governance).
"Diamnya atau pembiaran oleh Pemerintah Kota Pekanbaru terhadap pelanggaran penggunaan prasarana dan/atau fasilitas umum adalah tindakan penyalahgunaan kewenangan." ujar Zainul.
Menurut Zainul pemerintah memiliki dasar hukum untuk menertibkan PKL tersebut. Namun, mereka memutuskan untuk tidak melakukannya. Zainul katakan hal ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum serta ketidakmampuan pemerintah menjalankan kewenangannya.
Sebelumnya di awal Bulan Juni lalu, Kepala Satpol Pamong Praja Kota Pekanbaru Zulfahmi Adrian mengatakan kehadiran PKL di areal tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif. Dia membenarkan bahwa areal tersebut berpotensi mengganggu ketertiban umum kendati adanya peluang peningkatan perekonomian masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Zainul menegaskan bahwa alasan keterbatasan ekonomi atau belum tersedianya lokasi relokasi yang layak tidak bisa dijadikan pembenaran untuk membiarkan pelanggaran hukum terus berlangsung. Ia menyebut, apabila pemerintah sejak awal menjalankan fungsi pengawasan dan pencegahan, kondisi seperti sekarang bisa dihindari.
"Tidak selalu pemerintah harus mencari tempat relokasi jika dari awal sudah melakukan pencegahan. Tapi karena dibiarkan, akhirnya tumbuh subur dan jadi budaya," tegasnya.
Lebih jauh, Zainul mengingatkan bahwa pembiaran seperti ini berpotensi membuka ruang praktik korupsi seperti suap, pungutan liar, hingga penyuburan premanisme. Situasi tersebut tidak hanya merusak citra pemerintah, tetapi juga menanamkan persepsi sesat di tengah masyarakat, bahwa pelanggaran hukum adalah hal yang lumrah.
"Pembiaran bisa mengakibatkan sesat pikir ditengah masyarakat yang menganggap pelanggaran adalah hal wajar. Hukum dan pemerintah akan dipandang tidak cakap dan lemah. Pelanggaran akan semakin menjamur yang berakibat terhadap budaya hukum yang buruk.,” tutup Zainul.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kota Pekanbaru terkait persoalan ini. Namun yang pasti, desakan publik agar pemerintah segera mengambil langkah tegas dan sistematis dalam menertibkan kawasan Parit Belanda semakin menguat.
Ketegasan dalam penegakan aturan dan konsistensi menjaga ruang publik dari penyalahgunaan menjadi ujian bagi integritas Pemerintah Kota Pekanbaru. Jika tidak segera ditangani, kondisi semrawut ini akan terus memburuk, merugikan pengguna jalan, mencemari lingkungan, dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.(***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :