Riau12.com-PEKANBARU- Sekretaris Kota (Sekko) Pekanbaru Indra Pomi Nasuton yang juga selaku Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menyebutkan, pemerintah pusat menginstruksikan daerah agar memprioritaskan penanganan stunting di daerah masing-masing. Dan untuk itu, banyak aksi yang sudah dilakukan Pemko Pekanbaru.
Seperti membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat kota, kecamatan, hingga kelurahan. Kemudian melakukan audit kasus stunting dan pelaksanaan program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS).
”Untuk program ini (BAAS, red), kami melibatkan semua OPD yang ada di lingkungan Pemko Pekanbaru, termasuk juga jajaran forkopimda untuk menjadi bapak asuh anak stunting. Pihak swasta dan BUMN juga turut kita libatkan. Sehingga penanganan stunting ini bisa berkelanjutan dan diatasi bersama,” sambungnya.
Lanjut Sekko, juga dilaksanakan pengawalan intervensi serentak, pendampingan kepada keluarga berisiko stunting dengan memberikan KIE, fasilitasi layanan rujukan, fasilitasi bansos, membentuk DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting). Serta menggelar rembuk stunting Kota Pekanbaru dan melaksanakan mini lokakarya di setiap kecamatan dalam upaya percepatan penurunan stunting.
”Dari berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Pekanbaru, hasilnya kasus stunting di Pekanbaru sudah menurun,” ungkapnya.
Dia katakan, hasil prevalensi stunting di Pekanbaru di tahun 2013 lalu yang mencapai 34,7 persen, di tahun 2023 sudah turun menjadi hanya 8,7 persen. ”Angka ini berpedoman pada riset kesehatan dasar, Survei Status Gizi Indonesia dan Survei Kesehatan Indonesia,” sebutnya.
Ia juga menjelaskan, ada beberapa hal pemicu terjadinya kasus stunting di wilayah Kota Pekanbaru. Antara lain akibat rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan sehingga nutrisi yang masuk tidak optimal.
Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena pola makan, pola asuh, penyakit penyerta dan ekonomi. Selain itu juga karena masih kurangnya akses rumah tangga atau keluarga ke makanan bergizi seimbang.
”Jadi ada juga di antaranya yang disebabkan sakit infeksi berulang, buruknya fasilitas sanitasi serta minimnya akses air bersih dan kurangnya kebersihan lingkungan,” ujarnya.(***)
Sumber: Riaupos
Komentar Anda :