Tantangan Kian Kompleks, Pemprov Riau Dituntut Kreatif Gali PAD dan Maksimalkan Potensi Daerah
Riau12.com-PEKANBARU – Meski Provinsi Riau memiliki potensi sumber daya yang besar untuk membangun dirinya sendiri dan berkontribusi signifikan dalam membantu perekonomian nasional, namun Pemerintah Provinsi Riau diingatkan untuk tidak terlena dan berpuas diri dengan kemajuan yang sudah dicapai hingga saat ini.
"Pertama, kita ucapkan dulu Selamat Hari Jadi Riau ke-68 hari ini. Secara keseluruhan, Riau kita lihat dalam satu dekade terakhir ini sudah banyak kemajuan. Pondasi pembangunan sudah ada, ekonomi juga masih kuat. Tapi, kita tidak boleh cepat puas. Banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan, terutama soal diversifikasi ekonomi, lingkungan, dan ketergantungan transfer dari pusat," kata Ekonom Senior Universitas Riau, Dahlan Tampubolon kepada GoRiau, Sabtu (9/8/2025).
Dalam amatan Dahlan, Riau dalam satu dekade belakangan ini sudah banyak mengalami perubahan. Dulu, orang cuma kenal Riau sebagai "kota minyak" atau "kota sawit", tapi sekarang ceritanya sudah lebih kaya.
"Dulu kan, kalau mau ke mana-mana di Riau, apalagi ke perbatasan, jalannya masih banyak yang hancur. Sekarang, jalannya sudah banyak yang mulus, tol juga sudah ada. Ini penting sekali. Jalannya bagus, logistik lancar, ekonomi di daerah-daerah juga ikut tumbuh. Proyek-proyek besar seperti Jembatan Siak IV atau Tol Pekanbaru-Dumai itu contoh nyata kalau Riau tidak main-main soal pembangunan," tutur Dahlan.
Meski harga minyak dan sawit terkadang naik-turun, tapi menurut Dahlan, perekonomian Riau tetap kuat. Dari data-data yang ada, Riau termasuk salah satu penyumbang terbesar buat ekonomi nasional; nomor 6 setelah Sumatera Utara. Hal ini menjadi bukti bahwa Riau punya potensi besar.
"Apalagi sekarang sudah mulai ada upaya untuk mengembangkan sektor lain, misalnya pariwisata dan jasa. Ini positif, biar Riau tidak cuma bergantung sama minyak dan sawit saja," kata Dahlan.
Riau itu, lanjut Dahlan, sudah jadi provinsi yang diperhitungkan. Kontribusi PDRB Riau terhadap ekonomi nasional itu tidak main-main. "Ini artinya, Riau ini punya duit dan sumber daya yang besar untuk membangun diri sendiri dan membantu negara," ujarnya.
PR Masih Banyak
Namun di sisi lain, Dahlan menyoroti kecenderungan Riau yang dari dulu sampai sekarang masih terlalu fokus kepada migas dan sawit. Menurut Dahlan, hal ini masih jadi PR besar. Ekonomi Riau masih seperti naik roller coaster. Kalau harga minyak atau sawit anjlok, semua bisa kena dampaknya. "Kita harus lebih kreatif lagi, mengembangkan industri hilir dari sawit biar punya nilai tambah, atau cari sumber-sumber ekonomi lain yang tidak gampang goyang," sebutnya.
Ini persoalan klasik, kata Dahlan. Riau, sebagai daerah penghasil sumber daya alam yang melimpah, seharusnya punya pendapatan yang kuat dari sumber daya sendiri. Tapi kenyataannya, Riau masih sangat bergantung sama dana dari pemerintah pusat (Dana Transfer Pusat), terutama Dana Bagi Hasil (DBH). Ketika harga minyak dan gas di pasar dunia anjlok, otomatis DBH yang masuk ke Riau juga berkurang drastis. Akibatnya, pendapatan daerah langsung tertekan.
"Padahal kita sudah merancang program pembangunan dengan asumsi duit dari pusat ini lancar. Ketika duitnya seret, anggaran defisit, dan proyek-proyek pembangunan pun terancam macet atau bahkan batal. Inilah yang membuat Riau jadi rentan terhadap fluktuasi ekonomi global dan kebijakan fiskal di Jakarta," papar Dahlan.
Dahlan juga menyoroti persoalan perluasan perkebunan kelapa sawit yang tidak terkontrol dan sering merambah ke kawasan hutan dan lahan gambut. Hal ini persoalan yang sangat sensitif dan punya dampak lingkungan yang serius. Tidak hanya melanggar hukum, tapi juga merusak ekosistem. Gambut yang dikeringkan untuk perkebunan sangat rentan terbakar, dan inilah yang menjadi penyebab utama kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang setiap tahun terus mengancam Riau, bahkan negara tetangga. Asapnya merugikan kesehatan masyarakat, mengganggu transportasi, dan merusak citra Riau di mata dunia. Persoalan ini menjadi dilema antara kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.Masalah menonjol lainnya yang tak luput dari amatan Dahlan adalah soal pembangunan Riau yang sampai saat ini masih belum merata. Infrastruktur dan fasilitas publik di kota-kota besar, seperti Pekanbaru dan Dumai, jauh lebih maju dibandingkan dengan di daerah-daerah pedalaman. Meski Riau punya potensi ekonomi yang besar, kualitas sumber daya manusianya masih harus terus ditingkatkan agar bisa bersaing dan menciptakan inovasi.
"Biar Riau bisa maju, kita butuh orang-orang yang pintar dan punya keahlian. Infrastruktur pendidikan sudah bagus, tapi kualitasnya harus terus ditingkatkan. Anak-anak muda Riau harus jadi motor penggerak, jangan cuma jadi penonton. Masalah korupsi masih menjadi penyakit yang menghambat pembangunan dan menyebabkan defisit anggaran, yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Tumpang-tindih kepemilikan lahan, terutama antara masyarakat adat, korporasi, dan pemerintah, seringkali memicu konflik dan ketidakpastian," tandasnya.
Tetap Optimis, Tapi Realistis
Lantas, ke depannya? Kata Dahlan, kita sambut Hari Jadi Provinsi Riau ke-68 ini dengan semangat dan optimisme, tapi tetap realistis. "Jangan terlalu khawatir, kita bahas prospek dan tantangan Riau sampai tahun 2029. Kita ini punya prospek yang cerah. Posisi Riau yang strategis di jalur pelayaran internasional dan kekayaan alamnya yang melimpah jadi modal besar buat kita. Proyek-proyek strategis nasional, terutama jalan tol yang menghubungkan Pekanbaru ke berbagai daerah, akan terus berlanjut. Ini bakal bikin arus barang dan orang makin lancar. Dampaknya, investasi bakal gampang masuk, dan ekonomi daerah juga jadi lebih bergairah," sebut Dahlan.
Riau sendiri, menurut Dahlan, punya peluang besar buat lepas dari ketergantungan terhadap migas dan sawit. Riau bisa mengembangkan industri hilir dari sawit, seperti membuat biofuel atau produk-produk kosmetik. Selain itu, sektor lain seperti pariwisata, perikanan, dan industri kreatif juga punya potensi yang luar biasa. Kalau ini digarap serius, ekonomi Riau tidak mudah goyang lagi.
Tak hanya itu, Riau punya banyak anak muda yang produktif. Ini adalah "bonus demografi" yang harus dimanfaatkan. Dengan investasi di pendidikan dan pelatihan, anak-anak muda ini bisa jadi motor penggerak inovasi dan pembangunan di Riau.
"Bukan Riau-lah namanya kalau tak punya tantangan. Kita masih harus berjuang dengan defisit anggaran dan penerimaan dari transfer pusat yang tidak menentu. Pemerintah Riau harus lebih pintar lagi mencari sumber pendapatan lain, terutama dari PAD dan optimalisasi pajak," kata Dahlan.
Dahlan memandang persoalan karhutla masih jadi musuh utama Riau. Menurutnya, Riau harus serius menanganinya, mulai dari penegakan hukum sampai edukasi ke masyarakat. Pembangunan harus ramah lingkungan, jangan sampai merusak gambut dan hutan yang sudah ada.
Pemprov Riau juga harus memastikan pembangunan daerahnya merata. Jangan cuma kota-kota besar saja yang maju, tapi daerah pedalaman juga harus ikut merasakan. Hal ini bisa dilakukan dengan pembangunan infrastruktur dasar yang merata, dan pemberdayaan ekonomi di tingkat desa.
"Jadi, intinya, Riau di usia ke-68 ini punya prospek yang cerah, tapi tantangannya juga tak main-main. Untuk melangkah ke depan, kita butuh kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, masyarakat, kampus dan media (Pentahelix). Harapannya di akhir periode pertama Wahid-SF ini, Riau sudah jadi provinsi yang ekonominya lebih kokoh, ramah lingkungan, dan pembangunannya merata. Kalau sukses, ada lah modal (Abdul) Wahid maju lagi," tutup Dahlan. (***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :