Konflik Perang Israel-Iran Picu Lonjakan Harga Minyak Dunia, Tekan APBN, Rakyat Terancam Kenaikan Harga BBM
Senin, 16-06-2025 - 10:31:20 WIB
Riau12.com-JAKARTA – Gejolak harga minyak mentah dunia kembali mengguncang pasar setelah Israel dan Iran terlibat saling serang rudal, Jumat (13/6/2025). Ketegangan ini menjadi sinyal bahaya bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, terutama karena Indonesia merupakan negara pengimpor energi.
Mengacu asumsi makro dalam APBN 2025, harga minyak mentah Indonesia (ICP) ditetapkan sebesar US$82 per barel. Namun, data Reuters menunjukkan harga minyak Brent sempat melonjak 11,66 persen hingga menyentuh US$77,45 per barel setelah konflik memanas di Timur Tengah.
Guru Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengingatkan bahwa eskalasi konflik berpotensi membawa harga minyak ke atas US$100 per barel. "Selat Hormuz dekat Iran adalah jalur vital perdagangan energi dunia. Jika tidak aman, investor bisa menarik diri," katanya, Minggu (15/6/2025).
Syafruddin menilai kenaikan harga minyak bisa memperbesar beban negara melalui subsidi energi, memperlebar defisit transaksi berjalan, serta mendorong laju inflasi. "Pemerintah menghadapi pilihan sulit, menaikkan harga BBM atau menanggung ledakan subsidi yang menggerogoti anggaran pembangunan," jelasnya.
Dalam analisis sensitivitas APBN 2025, pemerintah memperkirakan setiap kenaikan ICP sebesar US$1 akan menambah belanja negara hingga Rp10,1 triliun. Sementara itu, penerimaan negara hanya naik sekitar Rp3,2 triliun.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menjelaskan bahwa meski kenaikan harga minyak berdampak positif dari sisi penerimaan seperti PPh dan PNBP migas, di sisi lain pengeluaran negara juga melonjak. Ini mencakup subsidi energi dan setoran dana bagi hasil migas ke daerah.
"Kenaikan sisi belanja lebih besar dibandingkan sisi penerimaan. Artinya, kenaikan harga minyak akan meningkatkan defisit anggaran," ujarnya.
Fajry menyarankan pemerintah segera melakukan penyesuaian anggaran bila harga ICP terus melampaui asumsi. Namun, ia menolak opsi mencabut subsidi atau menaikkan harga BBM dan LPG 3 kg. "Dengan kondisi ekonomi dan rendahnya kepercayaan publik, mencabut subsidi energi bukan langkah yang tepat," tuturnya. (***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :