Proyek Rp9,9 Triliun untuk Laptop Disorot, Enam Pejabat Kemendikbud Era Nadiem Diperiksa Kejagung
Riau12.com-JAKARTA – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop dalam Program Digitalisasi Pendidikan 2019–2022 yang berlangsung saat Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan memasuki babak baru. Enam orang dari jajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Senin (2/6/2025).
Keenam saksi yang diperiksa merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dan anggota tim teknis yang terlibat langsung dalam proses perencanaan dan pengadaan bantuan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk laptop Chromebook. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Nama-nama yang diperiksa:
Imam Pranata – PPK Pengadaan Bantuan TIK TA 2022
Sri Wahyuningsih – PPK Direktorat Sekolah Dasar TA 2019 dan Kuasa Pengguna Anggaran 2020–2021
Nia Nurhasanah – PPK Pengadaan TIK TA 2021
Aries Friansyah – Tim Teknis Direktorat SD dan SMP TA 2020
Solehkun Kodir – Tim Teknis Direktorat SD dan SMP TA 2020
Idi Sumardi – Tim Teknis Direktorat SD dan SMP TA 2020
“Pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan penyidikan,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.
Sebelumnya, Kejagung juga menggeledah rumah eks staf khusus Mendikbud Nadiem, Ifan Ibrahim, serta dua unit apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita berbagai barang elektronik dan dokumen penting terkait proyek senilai hampir Rp10 triliun.
Dugaan Permufakatan Jahat dalam Pengadaan Chromebook
Penyidik menemukan indikasi manipulasi pada tahap perencanaan. Kajian awal tim teknis pada 2018–2019 sebenarnya merekomendasikan spesifikasi berbasis Windows. Namun, rekomendasi itu diganti menjadi spesifikasi Chromebook, padahal hasil uji coba saat itu menunjukkan keterbatasan fungsi perangkat tanpa jaringan internet stabil—masalah krusial di banyak wilayah Indonesia.
Penggantian spesifikasi diduga dilakukan tanpa dasar kebutuhan lapangan, melainkan diarahkan agar seolah-olah Chromebook adalah pilihan ideal. Hal ini memunculkan dugaan adanya persekongkolan dalam pengambilan keputusan teknis untuk meloloskan pengadaan tertentu.
Anggaran besar yang digelontorkan untuk proyek ini mencapai Rp9,98 triliun, terdiri dari belanja APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Publik Menanti Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini kembali mengangkat ke permukaan persoalan lama: pengadaan barang publik yang tidak berbasis kebutuhan riil, tetapi diarahkan untuk kepentingan tertentu. Laptop tak digunakan maksimal, tapi anggaran menguap nyaris Rp10 triliun.
Masyarakat menuntut proses hukum yang tegas dan transparan. Pendidikan adalah sektor strategis, dan korupsi di dalamnya bukan hanya merugikan anggaran negara, tapi juga masa depan anak bangsa. (***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :