Surplus Tanpa Aksi? Realisasi Rendah APBD Riau Picu Kekhawatiran Terhadap Proyek Prioritas
Riau12.com-PEKANBARU – Pemerintah Provinsi Riau mencatatkan surplus anggaran sebesar Rp139,43 miliar hingga April 2025. Namun di balik kabar baik ini, berbagai indikator menunjukkan lemahnya serapan anggaran dan turunnya belanja di hampir semua sektor. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius: apakah surplus ini benar-benar mencerminkan pengelolaan fiskal yang sehat, atau justru akibat stagnasi pembangunan?
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Riau, Heni Kartikawati, menyebut realisasi pendapatan daerah mencapai Rp5,61 triliun, meski mengalami kontraksi 7,05 persen dibandingkan tahun lalu. Penurunan disebabkan oleh turunnya transfer dari pusat (13,95 persen) dan transfer antar daerah yang anjlok hingga 90,31 persen.
Di sisi lain, realisasi belanja daerah justru tercatat lebih rendah, hanya 14,42 persen dari pagu anggaran. Lebih memprihatinkan lagi, belanja modal—yang biasanya menjadi motor penggerak pembangunan—terjun bebas sebesar 39,72 persen.
“Belanja bagi hasil bahkan nyaris nihil, turun 99,70 persen. Ini jelas berdampak langsung pada daerah kabupaten/kota yang mengandalkan dana tersebut untuk membiayai pembangunan lokal,” kata Heni, Sabtu (24/5/2025).
Meski Pendapatan Asli Daerah (PAD) tumbuh 38,08 persen, dan kategori Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah (LLPDyS) melonjak lebih dari 1.000 persen, peningkatan ini belum sebanding dengan lambatnya realisasi anggaran yang seharusnya digelontorkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
Hingga April, belum ada pembiayaan daerah yang dicairkan. Banyak pihak menganggap hal ini sebagai tanda lemahnya eksekusi anggaran. Dalam situasi seperti ini, surplus bisa jadi bukan hasil dari efisiensi, tapi akibat dari tidak bergeraknya roda pembangunan secara optimal.
Heni mengklaim kondisi ini tetap menunjukkan pengelolaan keuangan yang solid. Ia menekankan pentingnya mempercepat belanja produktif yang berkualitas agar momentum fiskal positif ini tidak justru menjadi jebakan stagnasi.
“Kinerja fiskal yang sehat baru berarti jika mampu menggerakkan ekonomi dan memberi manfaat nyata untuk masyarakat,” ujarnya.
Surplus seharusnya bukan hanya sekadar angka dalam laporan, tetapi wujud dari anggaran yang bekerja—untuk pembangunan, untuk pelayanan publik, dan untuk kesejahteraan rakyat Riau secara nyata. (***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :