Riau12.com-JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap fakta baru dalam penyidikan dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 di Kementerian Agama (Kemenag). Temuan terbaru terkait ketidaksesuaian fasilitas yang diterima oleh para jemaah haji, khususnya pada jalur furoda dan khusus.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut pihaknya menerima laporan bahwa ada jemaah yang membayar biaya haji furoda, namun justru mendapat pelayanan setara haji khusus.
"Ini informasi yang masuk juga ke kami, bahwa ada yang daftarnya itu furoda, ini lebih mahal lagi, tapi barengnya sama haji khusus," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (14/8/2025).
Bahkan, menurutnya, terjadi pencampuran antara jemaah haji khusus dengan reguler yang diduga berakar dari perubahan pembagian kuota tambahan secara sepihak.
"Kuota tambahan seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Tapi kenyataannya, malah dibagi rata 50:50," jelasnya.
Kondisi ini disinyalir menyebabkan pergeseran fasilitas dan pelayanan jemaah yang tak sesuai dengan biaya yang telah dibayarkan.
"Semoga para jemaah yang merasa pelayanan haji tidak sesuai dengan statusnya, baik itu furoda, khusus, ataupun reguler, bisa memberikan keterangan kepada kami," harapnya.
Kasus dugaan korupsi ini telah masuk tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025), meski belum menetapkan tersangka. KPK memperkirakan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Skandal ini bermula dari tambahan kuota 20 ribu jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pasca pertemuan Presiden Joko Widodo dengan otoritas Saudi pada 2023. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024, kuota dibagi sama rata: 10 ribu untuk haji khusus dan 10 ribu untuk haji reguler.
Namun pembagian tersebut diduga melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 yang menetapkan kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen. Perubahan ini membuka celah penyimpangan anggaran dan alih fungsi dana ke pihak swasta.
Dalam penyidikan, KPK menemukan aliran dana dari sejumlah perusahaan travel ke oknum pejabat Kemenag, berkisar antara 2.600–7.000 dolar AS. Jika dikonversi dengan kurs Rp16.180,68, nilainya mencapai Rp42 juta hingga lebih dari Rp113 juta per transaksi.
Temuan ini memperkuat kecurigaan bahwa sistem distribusi kuota haji telah disalahgunakan untuk kepentingan bisnis dan keuntungan pribadi.
"Ini pasti juga terkait dengan ketersediaan fasilitas dan lainnya. Kami terus dalami dan berharap partisipasi aktif dari para jemaah untuk mengungkap keseluruhan fakta," ujar Asep.(***)
Sumber: Goriau
Komentar Anda :