Fakta Baru Terungkap di Sidang Risnandar, Indra Pomi, dan Novin, Saksi Sebut Diminta Isi Kuitansi Kosong
PEKANBARU-Riau.com- Sidang perkara korupsi gratifikasi dan pemotongan anggaran di Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru dilanjutkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (3/6). Saksi yang dihadirkan, para Tenaga Harian Lepas (THL) atau honorer.
Dari sidang kemarin, fakta baru terungkap. Saksi THL mengatakan adanya pembuatan surat pertanggungjawaban (SPj) fiktif di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru. Keterangan saksi ini mulai membuat terang perkara yang menyeret tiga mantan pejabat Pemko Pekanbaru, yaitu Risnandar Mahiwa (mantan Pj Wali Kota), Indra Pomi Nasution (mantan Sekko), dan Novin Karmila (mantan Plt Kabag Umum) sebagai terdakwa ini.
Dalam sidang ini terungkap, salah satu pencairan Ganti Uang (GU) biaya logistik, termasuk makan minum di Bagian Umum Sekdako Pekanbaru pada 29 November 2024 mencapai Rp5,8 miliar. GU ini, menurut saksi banyak menggunakan SPj fiktif. Semakin terang, setelah pencairan saksi bernama Maria Ulfa menyebutkan senilai Rp3,8 miliar diserahkan Novin Karmila ke Risnandar Mahiwa.
Maria mengetahui itu usai mendapat pesan WhatsApp dari terdakwa Novin. Pencairan yang diketahui tanpa verifikasi itu juga sebagiannya diserahkan kepada Darmanto, ASN yang merupakan staf di Bagian Umum Sekdako Pekanbaru. Terkait SPj fiktif ini, dibeberkan saksi Tengku Suhaila, tenaga honorer di Setdako Pekanbaru.
Ia juga ditugaskan membuat bon (kuitansi) yang seolah-olah asli dikeluarkan oleh rumah makan. Padahal yang diisi adalah bon atau faktur kosong dengan belanja makan minum fiktif.
JPU KPK menanyakan keterangan saksi dalam BAP-nya terkait begitu banyaknya bon fiktif dalam SPj pencairan di Bagian Umum Sekdako Pekanbaru. Suhaila menyebutkan, bon fiktif mencapai 60 persen dari total kuitansi yang ia cetak untuk pencairan. ‘’Jadi maksud saudara, bon fiktif lebih banyak, begitu,’’ tanya JPU KPK. ‘’Iya Pak, asumsi saya,’’ kata dia.
JPU KPK membacakan BAP Tengku Suhaila di mana bon-bon yang dijadikan bahan SPj berasal dari bon kosong dari Rumah Makan Sederhana Hangtuah, Hangtuah Nangka, Khas Melayu, Selera Kampung, Pagi Sore, dan Pak Ndut. Bon kosong itu disebut didapat saksi dari Jufrizal, seorang honorer di Bagian Umum Sekdako Pekanbaru.
Saksi menerangkan, bermodal bon asli dari rumah-rumah makan itu, saksi menulis ulang dengan harga mark-up di atas bon kosong. Saksi memastikan bahwa perbuatannya itu dilakukan atas perintah terdakwa Novin Karmila.
Dalam keterangannya, Suhaila menerima total Rp50 juta dari Novin Karmila atas pekerjaannya. Dari jumlah itu, hingga ia bersaksi kemarin, baru Rp3 juta dikembalikan ke negara.
Sementara itu saksi lainnya, Maria Ulfa juga honorer di Bagian Umum Setdako Pekanbaru turut memberikan kesaksian soal penyerahan yang kepada Risnandar. Maria diperlihatkan catatannya sendiri yang menjadi barang bukti dalam perkara ini. Salah satu catatan itu ada yang tertulis ‘BPK Rp600 juta’. Maria menerangkan, BPK itu merupakan singkatan dari Bapak. ‘’BPK Rp600 juta, BPK ini bapak maksudnya? Bapak ini siapa?,’’ tanya JPU KPK.
Maria menjawab tidak tahu siapa bapak yang dimaksudkan. Ia mengaku hanya diminta menulis atau mencatatkan saja oleh terdakwa Novin Karmila. ‘’Nominal, pembayaran, ini semua perintah dan arahan Novin, saudara catat saja?’’ tanya Jaksa. ‘’Iya, saya menulis saja,’’ ujar Maria menjawab pertanyaan JPU KPK.
Selain itu, Maria juga diminta oleh Novin untuk membuat bon untuk SPj fiktif. Modusnya pembayaran makan minum tidak hanya di-markup, melainkan murni fiktif. Yaitu faktur kosong dari beberapa rumah makan yang diisi sendiri oleh Maria dan beberapa rekannya sesama THL.(***)
Sumber: Riaupos
Komentar Anda :