Kabut Asap, Hutang Negara Kepada Riau yang Harus Dibayar
Kamis, 10-09-2015 - 08:59:23 WIB
 |
Ilustrasi
|
PEKANBARU, Riau12.com - Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau Al Azhar menganggap, kabut asap yang telah menyelimuti sejak beberapa tahun ini, merupakan hutang negara yang wajib dibayar. Selama ini pemerintah tidak hadir untuk memberikan solusi terbaik bagi penanganan asap di Riau yang terjadi sepanjang tahun.
"Kita sudah meramalkan kasus ini akan terjadi begini, sejak 30-35 tahun lalu, ketika Riau dipetakan masuk dalam rencana kegiatan ekploitasi berbasis lahan oleh negara. Bencana seperti ini sebagai akibat," sebut Al Azhar, saat berbicara kepada wartawan, Rabu (9/9/2015).
Menurut Al Azhar, masalah asap, pemerintah jangan hanya memandang sepotong persoalan yang terjadi saat ini. Tetapi harus melihat pangkal masalah dari hulu ke hilir sebagai faktor paling dasar yang penanganannya harus dilakukan berkesinambungan. "Terjadinya asap, muncul dari dua masalah besar yalni kemiskinan dan keserakahan. Dua faktor ini kemudian mengakibatkan pada persolan yang besar. Ini harus disikapi serius," sambungnya.
Kemiskinan, dikarenakan faktor ekonomi adalah pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat kecil. Lemahnya ekonomi membuat mereka tidak punya cara dan tidak punya modal untuk membakar lahan, sementara mereka berhak untuk menjalankan kehidupan yang layak. Negara sendiri tidak menjalankan tugas untuk meningkat kesejahteraan bagi mereka.
"Mereka kemudian terperangkap oleh kepentingan mafia tanah. Mereka inilah orang yang menjual aset dari kampung halamannya lalu bermigrasi ke Riau. Dari menjual aset di kampung untuk membeli tanah. Lalu membuka lahan dengan cara sendiri," sebut Al Azhar.
Migrasi penduduk tersebut, memberikan kontribusi timbulnya kabut asap. Warga semacam ini dapat dilihat dari data migrasi selama 15 tahun terakhir di Riau naik dua kali lipat. Tekanan imigrasi ini tak pernah diurus secara serius. "Warga miskin ini berbeda dengan warga miskin yang merupakan penduduk lokal di Riau. Sebab penduduk lokal sudah mengerti keadaan tanah di Riau dan mampu membuka lahan dengan kearifan lokal. Misalnya membuat seladang," jelasnya.
Kemudian kelompok kedua adalah keserakahan. Kelompok ini merupakan orang yang berlindung di balik badan usaha, mereka punya akses modal tetapi mempermainkan aturan hukum untuk mendapat keuntungan besar. Contohnya pemilik modal besar yang mendirikan perusahaan terutama yang bergerak di bidang perkebunan.
"Konflik lahan di Riau ini tidak pernah diselesaikan dengan baik. Pemerintah masih saja mengeluarkan izin konsesi lahan," ulasnya.
Dari persoalan ini, Al Azhar memandang, kesadaran untuk tidak berasap itu selama ini tidak tumbuh pada tingkat aparat terutama birokrasi pemerintah di negeri ini. "Mulai dari RT, Lurah dan Kepala Desa hingga camat dan kepala daerah. Selama ini, ketika kabut asap muncul, pemerintah hanya sibuk dengan urusan memadamkan api. Itu pun penanganan yang tidak dilakukan segera," tudingnya.
Ia juga tidak menafikan terlalu banyak pihak yang bermain dalam urusan tanah untuk kepentingan pribadi. Termasuk tetua adat dan elit-elit kampung di Riau. Dengan keadaan ini, pemerintah diminta tegas memberikan sangsi hukum pada kelompok yang masuk dalam kategori serakah tersebut.
"Ayo ubah, jangan Riau dianggap daerah seksi untuk eksploitasi alam dan dijual-jual oleh negara. Diberikan izin konsesi. Saatnya sekarang dibangun industru hilir. Seperti ekspor produk turunan yang berbahan baku CPO. Dengan cara itu sawit-sawit petani harganya relatif stabil, rakyat diuntungkan," sarannya.
Masalah kabut asap, menurut dia, telah merugikan masyarakat Riau dan menimbulkan berbagai mudarat, mulai dari gangguan kesehatan, terhambatnya kegiatan pendidikan, sampai kerugian material yang besar karena lumpuhnya sejumlah kegiatan keekonomian.
Karena itu LAM Riau meminta kepada pemerintah segera melunasi hutang tersebut, karena menempatkan Riau sebagai peta konsesi berbasis tanah, agar tak menimbulkan asap berkepanjangan.
"Pemerintah diminta mempercepat kawasan ekonomi industri hilir, supaya cepat pengembangan Riau kedepan dari berbasis lahan ke industri. Kemudian jangan mengeluarkan izin konsesi lagi. Bagi perusahaan yang punya konsesi, mana yang bersalah, cabut izinnya," tutup Al Azhar.(r12/grc)
Komentar Anda :