Keputusan Kontroversial: Selandia Baru Enggan Akui Palestina, Dikecam Mantan PM dan Partai Hijau Senin, 29/09/2025 | 14:39
Riau12.com-PEKANBARU - Keputusan Selandia Baru untuk tidak mengakui negara Palestina dalam Sidang Umum PBB ke-80 menuai kecaman tajam dari berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun komunitas internasional.
Mantan Perdana Menteri Helen Clark pada Minggu (28/9/2025) menyebut langkah pemerintah sebagai sebuah "Hari Memalukan" bagi Selandia Baru. Melalui unggahan di media sosial X, ia menilai negaranya telah gagal berdiri bersama dengan negara-negara sahabat yang konsisten memperjuangkan nilai kemanusiaan.
Keputusan tersebut pertama kali diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters dalam pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB, Sabtu (27/9/2025). Peters menegaskan bahwa pengakuan terhadap Palestina hanya akan dilakukan satu kali, sehingga menurutnya perlu menunggu waktu yang lebih tepat ketika peluang perdamaian lebih besar.
Namun, alasan itu justru memantik kritik luas. Chloe Swarbrick, pemimpin bersama Partai Hijau, menyatakan kekecewaannya melalui video di Facebook. Ia menilai pemerintah bersikap tidak adil dan menutup mata terhadap penderitaan rakyat Palestina.
"Anda tidak bisa mengaku mendukung solusi dua negara kalau hanya mengakui satu negara, yang saat ini justru melakukan genosida," tegas Swarbrick, dikutip Anadolu Ajansi.
Swarbrick juga menyoroti bahwa pemerintah hanya mengakui Israel, meski negara tersebut telah melakukan kekerasan besar-besaran terhadap rakyat Palestina.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak. Serangan udara dan darat yang terus berlangsung tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga membuat jutaan orang hidup dalam kelaparan serta penyakit.
Sementara itu, sejumlah negara sahabat Selandia Baru seperti Irlandia, Spanyol, dan Norwegia telah lebih dulu mengakui Palestina. Pengakuan ini dipandang sebagai langkah penting untuk mendorong solusi damai yang adil di kawasan Timur Tengah.
Keputusan pemerintah Selandia Baru pun dinilai semakin menjauhkan negara itu dari prinsip kemanusiaan yang selama ini diagungkan.