Riau12.com-JAKARTA — Polemik kebebasan pers kembali mencuat setelah seorang reporter CNN Indonesia dicabut kartu liputan Istana. Pencabutan tersebut terjadi setelah wartawan itu menanyakan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto soal program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belakangan menuai kontroversi karena kasus keracunan massal.
Kronologi Insiden
Peristiwa ini terjadi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Sabtu (27/9/2025), usai kepulangan Presiden Prabowo dari lawatan luar negeri. Awalnya, Presiden menanggapi pertanyaan mengenai pertemuannya dengan sejumlah kepala negara di Sidang Majelis Umum PBB.
Namun ketika reporter CNN menyinggung program MBG, pihak Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden disebut merasa keberatan. Prabowo sempat menanggapi pertanyaan tersebut:
"Saya monitor perkembangan itu. Habis ini saya akan panggil langsung Kepala BGN dan beberapa pejabat," ujarnya.
Tak lama kemudian, reporter CNN dipanggil pihak Biro Pers. Mereka menilai pertanyaan yang diajukan berada di luar konteks agenda kepulangan Presiden. Kartu liputan Istana, yang menjadi syarat utama akses jurnalis ke kompleks kepresidenan, pun dicabut resmi.
Respons Pihak Terkait
Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Titin Rosmasari, belum memberikan komentar terkait insiden ini. Begitu pula Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana, serta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, yang belum angkat suara saat dimintai tanggapan.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat, Herik Kurniawan, mengonfirmasi pihaknya telah menerima laporan dan sedang berkomunikasi dengan semua pihak terkait.
Dampak dan Pertanyaan Publik
Pencabutan kartu liputan wartawan ini memunculkan pertanyaan publik mengenai ruang kebebasan pers, terutama ketika jurnalis mengajukan pertanyaan yang menyangkut kepentingan publik, seperti keamanan makanan dalam program MBG.
Insiden ini kembali menyoroti batasan-batasan akses media dan pentingnya dialog terbuka antara pemerintah dan pers dalam menangani isu publik yang sensitif.