Prabowo Berikan Amnesti ke Hasto Kristiyanto, Munculkan Mazhab Rangkulisme, Sindiran Halus ke Era Jokowi? Senin, 04/08/2025 | 12:00
Riau12.com-JAKARTA – Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai langkah Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto, dalam memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mencerminkan munculnya pendekatan baru yang ia sebut sebagai mazhab rangkulisme.
"Kalau kemarin Pak Prabowo mengenalkan istilah serakahnomics, sekarang saya mengenalkan rangkulisme," ujar Agung, Minggu (3/8/2025).
Ia menyebut gaya kepemimpinan Prabowo yang merangkul semua pihak, termasuk Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan partainya, berbeda dengan pendekatan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Istilah serakahnomics yang dulu dilontarkan Prabowo, menurut Agung, bukan hanya sindiran terhadap elite rakus, tapi juga menyiratkan kritik terhadap gaya pemerintahan Jokowi.
"Beliau ingin dipandang sebagai pemimpin yang bisa bekerja sama dengan siapa pun. Ini berbeda dengan gaya Pak Jokowi," tambahnya.
Namun, Agung juga mengingatkan bahwa pendekatan rangkulisme bisa menimbulkan konsekuensi negatif jika hanya elitenya yang dirangkul tanpa melibatkan partisipasi publik secara luas.
Sementara itu, hubungan antara Gerindra dan PDIP menghangat setelah pengumuman amnesti terhadap Hasto. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, sebelumnya mempublikasikan foto pertemuan dengan sejumlah elite PDIP, termasuk Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, dan Prananda Prabowo.
Pertemuan itu terjadi usai DPR menyepakati pemberian amnesti kepada 1.116 terpidana, termasuk Hasto, berdasarkan Surat Presiden Nomor R42/Pres/07/2025 yang dikirim pada 30 Juli lalu. Keputusan tersebut diambil setelah rapat konsultasi antara DPR dan pemerintah, termasuk Kementerian Hukum dan HAM.
"Tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, termasuk saudara Hasto Kristiyanto, DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan," ujar Dasco dalam konferensi pers, Kamis (31/7/2025) malam.
Langkah ini memicu dugaan adanya kesepakatan politik untuk merangkul PDIP agar tidak menjadi oposisi. Dalam ilmu semiotika, berbagai peristiwa politik kerap menjadi tanda-tanda dari suatu kesepahaman yang lebih besar.
Tanda-tanda tersebut di antaranya pertemuan Prabowo dengan Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta, pada April lalu, serta pertemuan Dasco dan Prasetyo di kediaman Megawati pada Juni.
Meski demikian, Megawati dalam pidatonya di penutupan Kongres Ke-6 PDIP menegaskan bahwa partainya tidak akan menjadi oposisi maupun koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Peran kita adalah memastikan bahwa pembangunan nasional tetap pada rel konstitusi," tegasnya, Sabtu (2/8/2025). (***)