Langka! Mahkota Sultan Siak Asli dari Museum Nasional Dipamerkan di Festival Budaya Melayu Serumpun 7-10 Agustus Nanti Kamis, 31/07/2025 | 09:11
Riau12.com-PEKANBARU – Pemerintah Provinsi Riau tengah bersiap menggelar Pekan Budaya Melayu Serumpun 2025, sebuah festival budaya berskala internasional yang akan berlangsung pada 7–10 Agustus mendatang di jantung Kota Pekanbaru. Dalam perhelatan ini, masyarakat akan berkesempatan menyaksikan langsung benda-benda bersejarah milik Kesultanan Siak Sri Indrapura, termasuk mahkota, pedang, dan pin Sultan Syarif Qasyim.
Benda pusaka tersebut akan ditampilkan dalam sebuah museum mini di area acara, tepatnya di Jalan Sultan Syarif Kasim, lokasi utama pelaksanaan festival. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rakhmat, menyebutkan bahwa ketiga benda asli peninggalan Sultan Siak itu dipamerkan sebagai bentuk edukasi sejarah dan budaya kepada masyarakat.
“Kita ingin masyarakat melihat langsung mahkota, pedang, dan pin Sultan Syarif Qasyim yang sudah menjadi milik negara. Ini adalah upaya kami agar generasi muda mengenal sejarahnya sendiri,” ujar Roni saat dihubungi Goriau melalui sambungan WhatsApp, Rabu (30/7/2025) sore.
Museum mini tersebut juga akan menampilkan artefak serta benda-benda peninggalan di sekitar candi muara takus dan daerah lain di Riau dan benda-benda peninggalan peradaban Melayu. Roni menyebut pameran akan berlangsung setiap hari selama festival, dari pukul 14.00 hingga 20.00 WIB.
“Keamanan juga sudah kami koordinasikan dengan Polda Riau, Polresta Pekanbaru. Semuanya terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya,” imbuhnya.
Regalia Sejarah dan Simbol Legitimasi
Mahkota Kesultanan Siak yang akan ditampilkan bukan sekadar hiasan kepala seorang raja. Mahkota merupakan simbol kemasyhuran, legitimasi kekuasaan, kemakmuran, keabadian, serta keyakinan akan kehidupan setelah kematian. Penyerahan Mahkota Sultan Siak Sri Indrapura kepada pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1945 merupakan simbol kuat dari tekad dan komitmen Kesultanan Siak untuk menyatu dengan republik yang baru lahir saat itu.
Mahkota Siak memiliki berat 1.803,3 gram, berdiameter 33 cm, dan tinggi 27 cm. Dibuat dari emas, berlian, dan batu rubi, regalia ini tampil anggun dengan motif kerawang sebuah teknik pembuatan perhiasan dengan kawat logam halus yang dipelintir, dianyam, dan disatukan secara manual hingga membentuk pola yang rumit dan bernilai tinggi.
Selain mahkota, Sultan Syarif Kasim II juga menyerahkan hampir seluruh kekayaan Kesultanan Siak, termasuk istananya, kepada Republik Indonesia. Dalam sebuah telegram bertanggal 28 November 1945, Sultan bahkan menyatakan kesediaannya mendukung kemerdekaan RI secara materiil dengan menyumbangkan uang sebesar 13 juta gulden kepada Presiden Sukarno.
Atas nilai sejarah dan simboliknya, Mahkota Sultan Siak ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 248/M/2013 tertanggal 27 Desember 2013. Saat ini, mahkota tersebut menjadi koleksi resmi Museum Nasional Indonesia.
Selebrasi Budaya dan Diplomasi Antarbangsa Pekan Budaya Melayu Serumpun 2025 digelar sebagai bagian dari peringatan Hari Ulang Tahun ke-67 Provinsi Riau dan HUT ke-80 Republik Indonesia. Mengusung tema “Riau sebagai Pusat Budaya Melayu Serumpun”, festival ini ditujukan untuk memperkuat identitas budaya Riau dalam konstelasi budaya Asia Tenggara.
Rangkaian kegiatan akan mencakup pertunjukan seni tradisional, pameran etnografi, cerita rakyat, sastra lisan, hingga Simposium Melayu Serumpun yang menghadirkan narasumber dari lima negara, yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, dan Filipina. Akademisi dari Australia dan Belanda pun dijadwalkan hadir.
“Yang ditampilkan bukan sekadar hiburan, tapi peradaban. Melayu bukan hanya soal pakaian adat, tapi juga ilmu pengetahuan, arsitektur, kuliner, dan sistem sosial yang maju,” kata Roni.
Sejumlah seniman Melayu akan turut memeriahkan panggung budaya, di antaranya penyanyi legendaris Iyeth Bustami, Megi Irawan, serta aktor dan pelawak Malaysia Rojer Kajol dan Jarwo Kwat. Musik Melayu kontemporer juga akan dihidupkan oleh grup Lebah Begantung.
Roni menegaskan, kehadiran para seniman bukan sekadar untuk hiburan, tetapi sebagai bentuk penghargaan terhadap pelaku budaya yang konsisten mengangkat kekayaan Melayu di tengah masyarakat.
“Ini bukan hanya selebrasi, tapi gerakan budaya jangka panjang. Kami ingin menjadikan Riau sebagai pusat peradaban Melayu dunia, setara dengan Bali untuk Hindu dan Yogyakarta untuk budaya Jawa,” ujarnya.
“Bagi masyarakat Riau yang selama ini belum pernah melihat langsung mahkota, pedang, dan pin Sultan Siak yang telah diserahkan kepada negara, inilah saatnya. Mari kita datang, menjadi saksi sejarah, dan menambah pengetahuan tentang peradaban Melayu dari masa ke masa. Sejarah Riau menyimpan cerita yang unik dan layak dikenang bersama,” tutupnya.
Melalui tema besar “Menjaga Warisan, Merangkai Peradaban,” festival ini diharapkan menjadi momentum kolektif untuk membangun kesadaran budaya yang berkelanjutan di Bumi Melayu.(***)