Rakyat Negeri Minyak dan Sawit Makin Sulit, Angka Pengangguran di Riau Tembus 4,12 Persen Rabu, 09/07/2025 | 15:51
Riau12.com-PEKANBARU – Nasib ribuan warga Riau kian tak menentu. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi penghasil minyak dan kelapa sawit ini terus mengalami kenaikan, membuat keresahan di kalangan angkatan kerja makin meluas. Hingga Februari 2025, angka pengangguran mencapai 4,12 persen. Artinya, semakin banyak orang yang ingin bekerja namun tak kunjung mendapat pekerjaan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Riau mencatat peningkatan TPT sebesar 0,27 persen poin dibanding Februari 2024. Kenaikan ini menjadi alarm serius bagi pemerintah daerah. Dari total 3,09 juta angkatan kerja di Riau, masih banyak yang harus hidup tanpa kepastian ekonomi.
Yang paling memprihatinkan, pengangguran justru paling banyak terjadi pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Padahal, mereka dibekali pendidikan khusus untuk langsung terjun ke dunia kerja. Namun nyatanya, TPT lulusan SMK menyentuh angka tertinggi, yakni 8,12 persen.
"Lulusan SMK itu niatnya cepat kerja, bukan kuliah. Tapi sekarang malah mereka yang paling banyak menganggur. Ini menyakitkan," ungkap seorang warga Pekanbaru yang anaknya baru lulus SMK namun belum juga mendapat pekerjaan.
Pengangguran bukan hanya sekadar angka. Di balik data itu, ada rumah tangga yang harus berhemat, anak-anak yang ditunda sekolahnya, dan orang tua yang kehabisan cara untuk mencukupi kebutuhan harian.
Jika dilihat dari jenjang pendidikan lainnya, TPT juga cukup tinggi pada lulusan SMA (4,78 persen), dan Diploma I/II/III (3,98 persen). Bahkan lulusan perguruan tinggi pun masih kesulitan mencari kerja, dengan TPT sebesar 3,51 persen.
Kondisi ini makin terasa berat bagi perempuan. BPS mencatat TPT perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Per Februari 2025, tingkat pengangguran perempuan mencapai 4,66 persen, sementara laki-laki 3,86 persen.
Ketimpangan ini mencerminkan banyak perempuan yang masih terpinggirkan dari akses pekerjaan yang layak. Di saat beban rumah tangga semakin berat, mereka justru sulit mendapat penghasilan.
Peningkatan pengangguran menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum menyentuh kebutuhan rakyat secara langsung. Ribuan orang menunggu lowongan yang tak kunjung datang, sementara biaya hidup terus meningkat. Di tengah keterbatasan ini, rakyat berharap lebih dari pemerintah untuk membuka lapangan kerja yang nyata, bukan sekadar wacana.(***)