Patung Jokowi di Tanah Karo Dinilai Mirip Saat Sakit, Kok Bisa... Selasa, 24/06/2025 | 15:32
Riau12.com-JAKARTA – Patung Presiden Joko Widodo setinggi 7,5 meter di Desa Kutambelin, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara menjadi bahan perbincangan. Wajah patung yang dinamakan "Juma Jokowi" dinilai tidak menyerupai sosok asli mantan presiden, bahkan disebut mirip saat Jokowi sedang sakit.
Pengamat hukum dan politik, Damai Hari Lubis, mengkritisi kemungkinan kesalahan teknis dalam proses pembuatannya. "Mungkin gambar percontohan senimannya keliru, atau arsiteknya tidak menangkap esensi wajah Jokowi," ujarnya, Senin (23/6/2025). Ia juga menyinggung kesan mistis yang ditimbulkan patung tersebut, menyebutnya seolah menyimpan makna supranatural.
Pembangunan patung ini merupakan swadaya masyarakat dengan total dana Rp 2,5 miliar, termasuk sumbangan Rp 500 juta dari Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Patung itu dibangun sebagai bentuk terima kasih atas pembangunan jalan 37 kilometer di wilayah Liang Melas Datas.
Namun sebagian masyarakat mengaitkan ketidaksesuaian wajah patung dengan kabar kondisi kesehatan Jokowi yang sempat mengalami alergi. "Anehnya, patung ini justru terlihat mirip wajah Pak Jokowi saat sakit. Entah kebetulan atau ada makna lain," tambah Damai.
Seniman lokal pembuat patung, Joni Tarigan, membantah tudingan tersebut. "Kami gunakan foto resmi sebagai acuan. Ini hasil kerja keras tim lokal selama berbulan-bulan," tegasnya, Rabu (22/5/2025). Ia menilai persepsi kemiripan adalah hal subjektif dalam dunia seni.
Kepala Desa Kutambelin, Sada Ginting, juga memberikan pembelaan. "Patung ini simbol syukur kami atas pembangunan jalan. Mirip atau tidak, ini wujud penghargaan," ungkapnya, Jumat (16/5/2025).
Tanah Karo dikenal memiliki tradisi animisme yang masih terasa meski mayoritas masyarakat kini beragama Kristen dan Islam. Tokoh adat Karo, Mbelin Ginting, menilai patung ini bisa dianggap sebagai medium spiritual. "Saya tidak tahu apakah ada ritual dilakukan, tapi mungkin itu sebabnya patung ini terasa berbeda," katanya, Selasa (20/5/2025).
Kontroversi juga muncul di media sosial. Sebagian menganggap patung ini sebagai bentuk cinta rakyat, sementara yang lain menyebutnya kultus individu. Aktivis lokal, Sari Br Ginting, mengkritisi penggunaan dana yang menurutnya bisa dialihkan ke pendidikan atau kesehatan.
Pemerintah daerah menegaskan pembangunan tidak memakai dana publik. "Murni swadaya masyarakat. Kami hanya memfasilitasi peresmian," ujar juru bicara Pemprov Sumut, Ahmad Zulfikar, Sabtu (18/5/2025).
Patung ini kini menjadi magnet wisata lokal. "Setiap akhir pekan banyak wisatawan datang. Ini membantu pedagang kecil," kata Lina Tarigan, penjual suvenir, Rabu (19/5/2025).
Damai Hari Lubis menyimpulkan bahwa patung ini mencerminkan dinamika budaya dan persepsi masyarakat. "Mirip atau tidak, ia telah memicu diskusi menarik soal seni, kepemimpinan, dan makna spiritual di masyarakat Karo," tutupnya.(***)