Selat Hormuz Ditutup Jadi Ancaman Serius Pasokan Minyak Indonesia, Harga BBM Dalam Negeri Bisa Naik Senin, 23/06/2025 | 15:33
Riau12.com-PEKANBARU – Keputusan Parlemen Republik Islam Iran menyetujui penutupan Selat Hormuz akibat meningkatnya eskalasi konflik Iran-Israel, menjadi ancaman serius bagi pasokan minyak mentah Indonesia yang pada gilirannya akan mendongkrak harga minyak dalam negeri.
"Selat Hormuz itu laluan tersibuk untuk pasokan minyak dunia, termasuk ke Indonesia. Sekitar 20 sampai hampir 30 persen saluran minyak lewat situ. Kalau ditutup sama Iran, sengsara kita, ini jadi ancaman serius bagi pasokan energi global. Apalagi kita tahu Indonesia bukan lagi negara OPEC yang banyak surplus ekspor minyaknya, kita kan sudah jadi net importir," kata Ekonom Senior dari Universitas Riau, Dahlan Tampubolon ketika dihubungi GoRiau.com, Senin (23/6/2025).
Menurut Dahlan, rencana penutupan Selat Hormuz berdampak serius bagi Indonesia karena minyak mentah yang diproduksi menjadi bahan bakar kita dibawa melewati Selat Hormuz. Memang tidak langsung habis, kata Dahlan, tapi setidaknya kelancaran pasokannya sehingga stok BBM di dalam negeri menjadi langka.
"Dilihat dari perkembangan harga, sampai hari ini masih di ambang harga patokan APBN, tapi bisa saja beberapa hari ini akan terjadi lonjakan drastis harga minyak mentah global, kalau selat itu ditutup. Karena pasokan dunia akan menurun signifikan dan ongkos angkut melalui rute alternatif, jika ada, jadi makin mahal. Efeknya ya sama harga minyak dunia dan mendongkrak harga BBM di dalam negeri," ungkap Dahlan.
Terkait pemikiran Pertamina untuk menggunakan jalur Oman dan India, menurut Dahlan, upaya ini memang menjadi alternatif untuk menjaga kelangsungan pasokan, namun biaya operasional dan logistiknya kemungkinan akan jauh lebih tinggi. Secara geografis rute ini lebih jauh, resiko keamanan dan infrastruktur juga akan menambah beban biaya pengiriman.
"Sebenarnya jalur ini juga belum jelas apakah punya kapasitas cukup menampung seluruh volume minyak yang biasa kita impor lewat Selat Hormuz. Melewati jalur ini juga bisa memunculkan masalah tersendiri karena lambat dan berpotensi berkurangnya pasokan," urai Dahlan.
Dahlan sendiri menilai, meski pemerintah Indonesia terus berusaha menyiapkan cadangan energi, namun kapasitasnya masih terbatas jauh dari kebutuhan dan dalam jangka panjang pasti akan mengganggu pasokan. Produksi minyak masih jauh dibawah permintaan konsumsi nasional.
"Sampai Februari 2025 kita hanya menghasilkan 577 ribu barel per hari, bandingkan waktu dulu 1973. Kalau Selat Hormuz ditutup, tentunya memengaruhi kapasitas produksi minyak mentah kita, walau tak langsung. Kita sangat bergantung dari impor karena produksi dalam negeri tak cukup. Gangguan di selat itu pastinya mengganggu jalur utama impor kita," papar Dahlan.
Dampak bagi budget negara, menurut Dahlan, kalau harga minyak naik drastis, Menteri Keuangan akan berpikir lebih keras untuk mengutak-atik subsidi BBM. Semakin lebar rentang antara harga dunia dengan harga patokan APBN, tentu semakin bengkak angka subsidinya. Hal ini akan mengurang menguras cadangan fiskal negara, dan berpotensi menambah defisit.
"Bagi sektor produksi dalam negeri, naiknya harga bahan bakar tentu mendorong kenaikan harga dan inflasi (cost push inflation) juga akan meluas ke aktivitas ekonomi lainnya dan menekan daya beli real masyarakat. Pemerintah bersama bank sentral harus segera bertindak untuk mengantisipasi dan mengendalikan inflasi," saran Local Expert Kemenkeu RI Kanwil DJPb Provinsi Riau ini.(***)