Riau12.com-BANDAR LAMPUNG – Kegiatan Pendidikan dan Latihan Dasar (Diksar) Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila), berujung tragedi. Seorang peserta, Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia usai diduga mengalami serangkaian penyiksaan oleh para senior selama kegiatan berlangsung.
Korban mengikuti diksar yang digelar pada 10–14 November 2024 di Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran. Namun, kondisi kesehatannya terus menurun hingga akhirnya dinyatakan meninggal pada 28 April 2025.
Menurut rekan korban, Muhammad Arnando Al Faaris, Pratama mendapat perlakuan kasar karena dianggap paling lemah di antara peserta lain. Para peserta diksar dipaksa berjalan kaki selama 15 jam dengan waktu istirahat hanya 5 menit. Permintaan istirahat ditolak, bahkan yang kelelahan justru diberi hukuman tambahan.
“Pratama paling sering disiksa, dia paling lemah. Kakinya luka, punggungnya memerah karena beban tas terlalu berat. Ia juga dipaksa minum spiritus,” ungkap Faaris, Kamis (29/5/2025).
Faaris mengaku dirinya dan empat rekan lainnya juga mengalami kekerasan. Mereka dibatasi beristirahat, dipaksa push-up jika salah menjawab atau tak hafal yel-yel, bahkan dituduh berpura-pura sakit jika terlihat lelah.
“Kami kumpulkan HP dan dompet, harus datang dan pulang lengkap berenam. Kalau ada yang tak sanggup jalan, bukan dibantu malah disuruh lanjut bawa tongkat,” katanya.
Meninggalnya Pratama memicu protes dari mahasiswa. Ratusan mahasiswa FEB Unila menggelar aksi unjuk rasa di depan Rektorat Unila, Rabu (28/5/2025), menuntut keadilan atas kematian rekan mereka dan pembubaran UKM Mahepel.
“Pengkaderan seharusnya tak berisi kekerasan fisik. Kami minta Mahepel dibekukan,” tegas Faaris.
Dekan FEB Unila, Nairobi, mengakui adanya kelalaian dalam pelaksanaan diksar yang menyebabkan insiden tersebut. Ia menyebut panitia telah meminta izin kegiatan, dan pasca-kejadian, telah dilakukan sidang terhadap pengurus Mahepel.
“Panitia mengakui kelalaian dan bersedia menerima sanksi. Mereka juga sudah buat surat pernyataan dan kami beri sanksi kerja sosial membersihkan embung rusunawa,” ujar Nairobi.
Ia menambahkan, laporan awal menyebut seorang peserta mengalami gangguan pendengaran, dan terdapat dugaan kegiatan fisik yang melampaui batas kewajaran. (***)